Khitbah pada dasarnya adalah upaya saling mengenal yang intensif agar masing-masing pihak (calon suami atau calon istri) dapat menjajaki kecocokan di antara mereka sebelum menikah. Juga, agar masing-masing merasa tertarik satu sama lain.
Artinya, melamar merupakan komitmen akhir dari upaya saling mengenal antarcalon mempelai yang diikuti restu bersama kedua keluarga besar. Proses saling mengenal ini harus didasari dengan niat baik, yaitu untuk mempersatukan dua insan berlainan jenis melalui ikatan pernikahan.
Setelah khitbah, kapan saja calon suami bisa berdiskusi kembali dengan calon istrinya dengan cara yang benar dan tujuan yang jelas. Biasanya, pertemuan berikut ini bertujuan untuk mencocokkan visi dan misi, membicarakan segala rencana, termasuk waktu pernikahan. Dengan demikian, pernikahan terlaksana berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas.
Hal ini, terungkap dalam hadis yang diriwayatkan oleh Mughirah bin Syu’bah, ia pernah meminang seorang perempuan, lalu Rasulullah SAW berkata kepadanya, ‘Sudahkah kau lihat dia?’
. Ini berarti, kita memang dianjurkan untuk mengenal calon pasangan kita.
Ajuran untuk mengenal calon pasangan tak hanya berlaku bagi laki-laki, namun juga perempuan. Seorang perempuan boleh melihat calon pasangannya dengan tujuan yang sama, yaitu agar ia merasa tertarik, Umar bin Khattab pernah mengatakan, “Janganlah kalian menikahkan puteri-puteri kalian dengan orang yang buruk rupa, karena mereka pun merasa kagum dengan apa-apa yang membuat laki-laki kagum”.
Jadi jelaslah bahwa Islam tetap menolerir faktor lahiriyah (ketampanan atau kecantikan) sebagai pertimbangan dalam memilih calon pasangan. Hal ini sekaligus juga menggambarkan bahwa Islam tidak menutup mata pada kecenderungan fitrah manusia
.
Proses khitbah juga memberi kesempatan kepada calon mempelai untuk mengetahui sifat-sifat calon pasangannya. Proses khitbah hendaknya tidak dipersulit, sesuai dengan sabda Rasulullah: “Sesungguhnya, di antara berkah perempuan ialah kemudahan di dalam mengkhitbahnya.” (HR. Ahmad)
Sedangkan, hadis-hadis lain yang berhubungan dengan khitbah tak secara khusus menyebutkan bagian tubuh mana yang boleh dilihat dalam meminang. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang boleh dilihat adalah muka dan telapak tangan
. Karena, kecantikan itu terpancar dari wajahnya, sengan kesuburan seorang wanita terlihat dari tangannya.
Walau demikian, ada juga ulama yang berpendapat bahwa anggota tubuh yang boleh dilihat lebih dari sebatas muka dan telapak tangan. Hanya saja, bagian tubuh yang dilihat tersebut tidak boleh diceritakan kepada orang lain.
Hadis Rasulullah SAW juga tidak menyebutkan jangka waktu antara khitbah dengan akad. Namun semakin cepat semaik baik. Sebenarnya, waktu satu dua bulan sudah memadai dalam proses khitbah. Ini untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti zina mata, hati atau zina yang sebenarnya.
Baca juga:
Bila Terpaksa Batal
Apabila karena satu atau lain hal proses khitbah tidak dapat di lanjutkan, Islam menganjurkan:
- Tetap menjaga hubungan baik. Gagalnya proses menuju pernikahan hendaknya tidak membuat hubungan baik menjadi terganggu. Karena bagaimanapun, silaturahim yang sudah terjalin tidak sepantasnya dirusak begitu saja.
- Merahasiakan informasi-informasi yang berkaitan dengan calon pasangan. Misalnya, tidak menceritakan informasi yang bersifat pribadi tanpa alasan yang diperbolehkan syariah.
- Hadiah yang diberikan pihak laki-laki kepada perempuan selama proses khitbah, pada dasarnya merupakan hadiah.
« Prev Post
Next Post »