Kiswah yang sekarang menutupi Ka’bah sebetulnya bukanlah kiswah awal sejak tahun delapan hijriah. Kiswah awal sudah hangus terbakar ketika seorang perempuan yang sedang membuat wewangian di sekitar Ka’bah.
Semula, sejak awal, kiswah Ka’bah tak pernah diganti. Namun setelah peristiwa kebakaran itu, Rasululllah SAW memerintahkan agar kiswah diganti dengan kain dari Yaman. Orang yang pertama kali menyiapkan kiswah pengganti ini adalah As’ad ab Karb al-Humairi.
Sejak saat itulah kiswah mulai sering berganti-ganti. Para Khalifah penerus perjuangan Rasulullah SAW, mulai dari Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Usman bin Affan, sering mengganti kiswah atau selubung Ka’bah. Hanya pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib kiswah tak pernah diganti karena kesibukan beliau berperang.
Penempatan kiswah pada masa khlifah dan raja-raja setelah itu saling menutupi, sehingga tampak bertumpukan. Pada masa Khalifah Al-Mahdi dari Dinasti Abbas tumpukan kiswah tersebut diperbaiki hingga hanya satu saja. Ini terjadi sampai sekarang; cuma satu kiswah. Hanya saja setiap tahun diganti.
Ratusan tahun setelah itu, ketika Negeri Hijaz bergabung dengan daerah kekuasaan Raja Abdul Aziz Al Saud, pembuatan kelambu ka’bah ditangani langsung oleh Pemerintah Mesir. Setiap tahun bahan pembuatan kiswah dikirim dari Sinai dan diantar oleh rombongan khusus ke Mekkah.
Pembuatan kiswah buatan Mesir ini sangat diwarnai politis. Sebab, biaya pengadaan kiswah tersebut bukan dari pemerintah Mesir, melainkan dari badan wakaf yang fungsinya khusus untuk membuat kiswah. Hingga pada suatu musim haji tahun 1343 H (1924 M), pemerintah Mesir sama sekali tidak mengirim kelambu Ka’bah ke Mekkah.
Hal ini tentu saja membuat tokoh dan masyarakat Makkah terkejut. Mereka segera melaporkan kejadian ini kepada Raja Arab Saudi, Abdul Aziz Al Saud. Raja bertindak cepat. Sebuah kiswah buatan Irak dikeluarkan dari gudang. Bagaimana mungkin dalam waktu 10 hari Raja Abdul Aziz bisa membuat kiswah yang tak kalah bagusnya. Sejak kejadian itu Raja Abdul Aziz Al Saud memutuskan untuk mendirikan pabrik pembuatan kiswah di Makkah.
Setahun kemudian, yaitu tahun 1344 H, pemerintah Mesir secara terang-terangan menyatakan larangan mengirim kelambu Ka’bah ke Makkah. Maka, Raja Abdul Aziz segera mengumpulkan tukang-tukang tenun, penjahit, ahli kaligrafi, dan ahli celup. Dalam waktu beberapa hari saja kiswah Ka’bah selesai dibuat.
Kelambu tersebut terbuat dari kain tebal berkualitas tinggi dan dihiasi dengan kaligrafi yang indah dari benang perak berlapis emas. Produksi yang pertama kali itu dikerjakan selama satu minggu, siang dan malam.
Tepat pada tanggal 10 Zulhijjah, Kelambu pertama buatan Saudi dipasang di Ka’bah Al Musyarafah. Padanya ditulis, “Kelambu ini yang pertama kali dibuat di Arab Saudi atas perintah Raja Abdul Aziz bin Abdur Rahman Al Saud.”
Kebijakan pemerintah Mesir untuk menghentikan pengiriman kiswah ke Saudi sempat meresahkan para ulama setempat. Mereka tahu dana yang dipakai untuk membuat kiswah itu bukanlah dari pemerintah Mesir, melainkan dari wakaf seorang Raja Mesir yang shaleh pada masa lalu, Ismail bin Klawun dan juga wakaf dari Sultan Salim Al Usmani. Jadi, menurut para ulama, pemerintah Mesir tidak berhak untuk menghentikan pengiriman kiswah ke Saudi.
Namun, sejak Mesir dibawah pemerintahan Mohammad Ali Basya, pemerintah membentuk satu jawaban khusus untuk menangani urusan kelambu Ka’bah. Politisasi pun dimulailah.
Terlepas dari itu, Raja Saudi, Abdul Aziz, sudah berkeputusan akan membangun pabrik kiswah di Makkah. Apalagi produksi pertama yang dibuat secara manual oleh putra-putra Makkah sangat indah dan memuaskan. Bahannya dari sutra yang dicelup warna hitam, dihiasi dengan kaligrafi bertuliskan ayat -ayat suci al-Qur’an.
Pada tahun 1392 H, Raja Fahd bin Abdul Aziz Khadimul Haramain Asy Syarifain meletakkan batu pertama pembangunan pabrik pembuatan kelambu Ka’bah. Pabrik tersebut baru selesai dibangun pada tahun 1395 H.
Setelah masa percobaan produksi selesai dan hasil yang dibuat sangat bagus, pada tanggal 7 Rabiul awal 1977 H bertepatan dengan tanggal 26 Maret 1977 M, pabrik kelambu Ka’bah diresmikan oleh Raja Fahd bin Abdul Aziz yang pada saat itu menjabat sebagai Putra Mahkota merangkap Wakil I Perdana Menteri
. Maka, sejak saat itu, pembuatan kiswah sepenuhnya ditangani oleh putra-putra Makkah hingga sekarang.
Setiap tahun pabrik ini memproduksi satu kiswah. Bahan kiswah berasal dari kain sutra asli seberat 670 kg dengan ukuran 658 meter persegi. Terdiri dari 47 bahan kain. Setiap bahan memiliki panjang 14 meter dan lebar 1 meter.
Sejarah Ka’bah
Ka’bah pertama kali dibangun oleh Nabi Adam As. Namun, pada masa Nabi Nuh, Ka’bah sempat hancur.
Kemudian Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail membangun kembali Ka’bah secara sederhana namun kokoh. Bangunan ini berdiri berabad-abad lamanya, sampai suatu ketika kota Makkah dilanda banjir yang hebat, sehingga sebagian dari bangunan Ka’bah kembali hancur.
Masyarakat yang tinggal di sekitar Ka’bah --yang sebagian besar adalah orang Yaman-- kemudian membangun kembali kiblat kaum Muslim tersebut. Sayangnya, tak berapa lama kemudian Ka’bah kembali rusak oleh banjir.
Baca juga:
Setelah itu, tak seorang pun yang berani membangun kembali Ka’bah hingga datanglah kaum Alamalaqah. Mereka memperbaiki Ka’bah yang kemudian diteruskan oleh kaum Jurhum pada abad kedua sebelum Hijriah.
Waktu itu, Ka’bah tanpa atap. Ukuran tinggi 9 hasta, lebar bagian selatan 20 hasta, bagian utara 22 hasta, panjang sebelah timur 32 hasta, dan panjang sebelah barat 31 hasta.
Setelah Ka’bah kembali berdiri, tanggung jawab pemeliharaan Ka’bah diserahkan pada Qusayy bin Kilab, salah seorang kakek Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, untuk kesekian kalinya, Ka’bah kembali rusak diterjang banjir. Qusayy yang juga pemuka masyarakat di sana, memerintahkan untuk membangun kembali Ka’bah. Dia juga orang pertama yang memberi atap pada Ka’bah walaupun hanya terbuat dari kayu dan pelepah pohon kurma.
Saat Nabi Muhammad lahir pada 571 M, Raja Najasi bernama Abrahah dari Habsyah berusaha menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Namun, Allah SWT tidak mengizinkannya sengan mengirimkan burung-burung Ababil.
Lima tahun sebelum bi’tsah Nabi Muhammad SAW, Ka’bah sekali lagi rusak. Penyebabnya, lagi-lagi banjir. Semua suku Arab yang tinggal di Makkah bergotong royong mendirikan kembali bangunan suci ini. Dalam riwayat disebutkan bahwa suku dari Yunani dan pedagang Mesir juga turut membantu memperbaiki Baitullah.
Ka’bah kembali rusak karena terendam banjir sewaktu Syarif Mas’ud bin Idris menjadi Walikota Makkah di bawah kerajaan Sultan Murad Khan di Turki. Saat itu dinding Ka’bah rusak dan retak-retak.
Ka’bah kemudian diperbaiki kembali, dan penyelesaiannya dilanjutkan oleh Amir Syarief Abdullah bin Hassan bin Abu Namir pada 12 Zulhijjah 1040 H. Demikian pula pada tahun 1373 H, ketika Pemerintah Arab Saudi bermaksud memperluas Masjidil Haram, Ka’bah mengalami keretakan berat. Baitullah baru dibangun kembali hingga selesai pada 11 Sya’ban 1377 H.
Bahan bangunan Ka’bah amat sederhana, yakni batu-batu kasar dan berwarna hitam yang direkatkan dengan bahan kapur berwarna putih. Tapi dengan kesederhanaan yang dimiliki Ka’bah, di tempat itulah Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Muhammad SAW, dan seluruh umat Islam berlomba-lomba bermunajat kepada Allah SWT.
« Prev Post
Next Post »