Cara Mudah Dan Bijak Mengelola Marah Pada Anak

Menurut Dr Seto Mulyadi, tokoh penyinta anak yang akrab dengan sapaan Kak Seto, marah yang cerdas adalah marah dengan cara benar, pada orang yang tepat, dan pada saat tepat. Kemarahan yang brutal akan berdampak negatif. Marah yang tidak tepat akan membunuh kreativitas anak. Bahkan, anak bisa bunuh diri karena dimarahi sang ibu.

Orang tua harus mulai mengubah paradigma yang salah tentang marah pada anak. Kebanyakan orang tua menjadikan anaknya sasaran empuk kemarahan. Kalau tidak bisa marah dengan suami, tetangga, atau saudara, akhirnya anak yang menjadi korban kemarahan.

Cara mengendalikan kemarahan menurut islam

Paradigma “memarahi anak itu aman”. Disebabkan karena banyaknya orang tua yang mengira anak-anak mereka adalah hak mereka. Mereka tidak tahu bahwa anak adalah titipan Allah. Artinya, orang tua berkewajiban memelihara dan melindungi anak. Bukan memarahi atau bahkan menyakiti mereka. Baca juga: Sembilan Kiat Memberi Pujian Kepada Anak.

Marah bisa dikelola. Pengendalian emosi bisa dilatih dengan usaha memusatkan perhatian. Pembiasaan zikir sangat efektif mengusir kemarahan. Zikir sebenarnya mengandung unsur pemusatan konsentrasi. Pemusatan konsentrasi akan membimbing seseorang untuk berpikir jernih. Tidak serta merta menuruti emosi dan menjadikan anak sebagai sasaran kemarahan.

Mengendalikan kemarahan juga bisa diatasi dengan meledakkan kemarahan itu sendiri. Tentunya dengan ekspresi yang bisa diterima oleh lingkungan. Misalnya, berteriak sekeras-kerasnya, menyanyi, berlari kencang ke sawah, ke sungai, dls.

Bagi kaum ibu, biasanya mengekspresikan kemarahan positifnya dengan menguras bak mandi, mencuci piring, membereskan rumah, dls. Terkadang kaum ibu menggerutu sendirian sembari beraktivitas. Yang demikian merupakan ekspresi kemarahan positif. Pekerjaan rumah tangga selesai, tanpa harus merugikan lingkungan sekitar atau anggota keluarganya.

Anak dilindungi oleh Undang-undang, sehingga orang tua tidak boleh mendidik anaknya dengan kekerasan. UU perlindungan anak pasal 20 menyebutkan, siapapun yang melakukan kekerasan pada anak, maka mendapatkan sanksi pidana 3 tahun 6 bulan penjara. Kalau sampai menimbulkan luka berat, sanksinya 5 tahun penjara. Jika mengakibatkan kematian, sanksi bisa mencapai 10 tahun penjara.

Sanksi ditambah dua pertiga kalau pelaku kekerasan adalah orang tuanya sendiri. Jadi, orang tua mengemban tugas penting dalam perlindungan anak. Posisi orang tua menempati urutan pertama untuk melindungi anak-anak, bukan menyakiti atau memarahinya.

Marah yang meledak-ledak adalah tindakan primitif. Masyarakat Indonesia mengenal akan norma-norma, pendidikan, sopan-santun, dan agama, untuk mengerem agar kemarahan tidak lagi primitif. Bagi Muslim, aktivitas sholat, wirid, dzikir, sangat efektif mengerem kemarahan.

Pemikiran dan pengalaman anak belum seluas orang tua. Kesalahan apapun yang dilakukan anak, tak boleh memposisikan anak sebagai biang kesalahan. Anak berbuat demikian karena tidak tahu efek buruknya. Bila anak berbuat salah, bisa jadi yang salah adalah lingkungannya. Bila anak selalu bersama orang tua, mungkin juga kesalahan justru datang dari orang tuanya.

Tidak benar kalau emas ada di ujung rotan. Orang tua seenaknya memukul anaknya dengan rotan bila melihat kesalahan anak. Itu tidak benar. Paradigma seperti itu harus diganti.

Menerapkan ancaman-ancaman juga bukan suatu tindakan bijak untuk anak. Zaman sekarang, orang tua bermimpi punya anak yang yang penurut adalah keliru. Sebab, anak sesekali pasti akan melakukan kesalahan. Bukan solusi yang tepat bila orang tua mengancam anaknya.

Essensi dari hidup berkeluarga adalah saling bekerjasama. Nilai kerja sama ini harus ditumbuhkan pada diri anak. Anak harus dipahamkan dengan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga. Bapak bertanggung jawab sebagai pencari nafkah. Ibu sebagai pengatur kendali rumah tangga. Anak pun harus mau belajar demi masa depannya. Masing-masing anggota keluarga harus menunaikan tugas masing-masing, guna mewujudkan kebersamaan.

Bila terjadi kesalahan pada salah satu anggota keluarga maka harus diselesaikan dengan cara win-win solusion. Hidup adalah suatu kerja sama. Bila harus ada hukuman, harus lahir dari komitmen bersama. Bila anak berbuat salah, bukan lagi orang tuanya yang menghukum. Komitmen bersama menjadi sanksi untuk sebuah kesalahan.

Dengan demikian, anak akan berpikir ulang sebelum melakukan kesalahan. Saat berbuat salah pun, anak akan menerima sanksi dengan ikhlas. Beratnya menjalankan sanksi atas kesepakatan bersama, membuat anak jera. Baca juga: Tips Mengatasi Anak Yang Susah Makan.

Emosi bukan hanya dimiliki oleh orang tua. Anak juga memiliki emosi. Orang tua berkewajiban mencerdaskan emosi anak (SQ). Pada saat anak marah, orang tua tidak boleh ikut marah. Apalagi mengatakan, “Kamu jangan kayak gitu. Mama tidak suka kamu marah-marah.”

Jika orang tua berekspresi dengan nada ketus, anak akan berpikir dan menilai, lalu berkomentar, “Katanya anak nggak boleh marah, tapi kok mama marah-marah?”

Orang tua hendaknya bisa menerima kesalahan anaknya. Orang tua bisa memberi label kemarahan anak dengan kelembutan, memeluknya, atau membelainya. “Kamu marah ya sayang ya. Mama mengerti.” Ungkapan-ungkapan seperti itu bisa meredakan emosi anak. Anak akan merasa dihormati kalau dia punya emosi marah. Jadi anak mesti dipahamkan akan berbagai macam ekspresi emosi: takut, marah, sedih, dls.

Kemudian, anak harus diajarkan mengekspresikan kemarahannya dengan cara yang benar. Missal, ketika anak marah dengan adiknya dengan cara mendorong, orang tua bisa mengatakan, “Kakak, kamu boleh bilang pada adik kalau kakak marah. Tapi jangan dengan mendorong.” Dengan demikian, adiknya mengerti kalau kakaknya marah.

Pengendalian emosi juga harus dibiasakan sejak dini. Kalau dari kecil dititipkan perawat. Ibu dan ayahnya sibuk bekerja. Saat anak bandel kemudian ditegur. Itu terlambat. Jadi pendidikan emosi diterapkan sejak janin. Orang tua mengemban tugas sebagai pendidik utama keberhasilan anak.

Untuk menasehati anak, orang tua juga harus bersikap jujur. “Kenapa pulang malam? Kalau kamu pulang malam. Mama deg-degan. Mama tidak bisa tidur, sayang!” ungkapan kejujuran seperti itu dari seorang ibu atau bapak akan menyentuh perasaan anak. Anak akan mudah memperbaiki diri dengan penuh kesadaran.

Tips Merespon Kesalahan Anak

  • Menyadari bahwa kesalahan anak bukan semata kesalahannya
  • Tidak memberikan label buruk pada anak. Misal, “Kamu bandel, kamu bodoh,” dls.
  • Menenangkan anak dengan memeluk, bersikap lembut, dls.
  • Hindari kemarahan yang meledak-ledak.
  • Berkata terus terang pada anak bila ingin menasehati.
  • Jangan mengancam anak.
  • Terapkan hukuman berdasarkan atas kesepakatan bersama.

cara mengatasi emosi anak,hukum orang tua yang menyakiti hati anaknya,kata kata untuk orang tua,tantrum pada anak

Previous
« Prev Post
Add CommentHide

Back Top