Asyura adalah salah satu hari yang mulia di dalam Islam dan mendapat perhatian khusus dari Nabi Muhammad Saw. Hari kesepuluh bulan Muharram itu dipandang sebagai hari bersejarah yang memiliki keutamaan tersendiri karena banyak peristiwa penting yang terjadi.
Imam al-Gazali di dalam karya beliau Mukasyafatul Qulun menginventarisasi peristiwa-peristiwa penting tersebut. Antara lain, pada hari itu (1) Nabi Adam diciptakan, (2) Nabi Adam dimasukkan ke surge, (3) Allah menerima taubat Nabi Adam, (4)’arsy, kursi, langit, bumi, matahari, bulan dan bintang gemitang diciptakan, (5) Nabi Ibrahim al-Khalil dilahirkan dan diselamatkan dari kobaran api Raja Namruz, (6) Nabi Musa dan pengikutnya diselamatkan Tuhan dari kejaran tentara Fir’aun, (7) Fir’aun dan pasukannya ditenggelamkan Allah swt, (8) Nabi Idris diangkat Allah ke langit, (9) Nabi Idris diberi Tuhan kedudukan yang tinggi, (10) Perahu Nabi Nuh mendarat di Judy, (11) Nabi Sulaiman diberi Tuhan kekuasaan yang besar, (12) Nabi Yunus dikeluarkan dari perut ikan, (13) Nabi Ya’qub disembuhkan dari kebutaan sehingga dapat melihat kembali, (14) Nabi Yusuf dikelurkan dari sumur, (15) Nabi Ayyub disembuhkan dari penyakit dan dihilangkan segala penderitaan beliau, (16) hujan diturunkan Allah ke muka bumi untuk pertama kalinya.
Terkecuali itu, kata Imam al-Gazali, berpuasa di hari Asyura lebih dikenal di kalangan umat ini sehingga dikatakan, puasa di hari Asyura adalah fardu sebelum Ramadhan, namun ketentuan ini kemudian dinasakh (dihapus).
Nabi sendiri, menurut al-Gazali, berpuasa di hari itu sebelum beliau hijrah ke Madinah dan mengukuhkannya sesudah beliau hijrah. Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a, Nabi besar Muhammad tiba di Madinah. Beliau menyaksikan orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura. Beliau pun bertanya kepada mereka mengenail hal tersebut. Mereka menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Allah memenangkan Musa dan Bani Israil atas Fir’aun maka kami berpuasa untuk mengagungkannya.“ Rasul saw. Bersabda, “Kami adalah orang-orang yang lebih berhak dengan Musa daripada kamu.” Kemudian beliau memerintahkan kaum muslimin supaya berpuasa.
Di samping peristiwa penting yang menggembirakan, hari Asyura juga menyimpan berita duka yang sangat memilukan. Pada hari bersejarah itu cucu kesayangan Nabi Muhammad saw., Husain bin Ali bin Abi Thalib, wafat secara tragis di Karbala, Iraq, pada tahun 61 H (680 M).
Syed Ameer Ali dalam bukunya The Spirit of Islam: A History of the Evolution and Ideals of Islam With a Life of the Prophet (hlm. 302) menceritakan, pada hari itu, Husain dibunuh secara kejam bersama seluruh keluarganya yang laki-laki, baik tua maupun muda, kecuali salah seorang anak beliau yang sakit-sakitan, Al Zain al-Bidn, yang berhasil diselamatkan oleh Zainab, saudara perempuan Husain, dari pembunuhan besar-besaran tersebut.
Pembunuhan itu terjadi pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyah bin Abi Sufyan (60-64H / 680-683M). Alasannya sederhan, Husain tidak bersedia membaiat Yazid sebagai khalifah karena pengangkatan Yazid bukan berdasarkan musyawarah dan pilihan kaum muslimin, tetapi ditunjuk oleh ayahnya, khalifah terdahulu, Muawiyah bin Abi Sufyan.
Suksesi kepemimpinan dengan cara penunjukan seperti itu tidak sesuai dengan perjanjian antara Hasan bin Ali (saudara Husain) dengan Muawiyah bin Abi Sufyan ketika keduanya membuat perjanjian damai (tahun 41H) di masa kekhalifahan Muawiyah 41-60H).
Sikap Husain yang tidak mau membaiat Yazid itulah yang menyebabkan Yazid khawatir atas keberadaan Husain yang akan mengancam kedudukannya sebagai khalifah karena putera kedua Fatimah az-Zahra ini mempunyai pengikut yang sangat banyak. Oleh sebab itu, ketika mengetahui bahwa Husain beserta keluarganya bertolak dari Mekkah menuju Kufah, Iraq (10 Zulhijjah 60 H) untuk memenuhi undangan penduduk Kufah, Yazid memerintahkan gubernur Iraq, Ubaidullah bin Ziyad, membunuhnya.
Untuk melaksanakan perintah ini, Ubaidullah mengerahkan 4000 personel militer untuk menyerang Husain dan rombongan yang sedang beristirahat di Karbala. Husain dan beberapa orang pengikutnya yang tidak siap berperang tersebut mempertahankan diri dengan segenap kemampuan mereka, namun itu berakhir dengan gugurnya Husain sekeluarga sebagai syuhada.
Peristiwa tragis ini menorehkan luka yang sangat mendalam, terutama di dalam hati pengikut setia Husain bi Ali dan merupakan salah satu noda hitam di dalam sejarah Islam. Alam pun seakan turut berduka atas wafatnya cucu Rasul yang saleh dan wara’ tersebut. Al-Imam Jalaludin as-Suyuti, di dalam karya beliau Tarikh al-Khulafa’ (hlm: 235) antara lain mengatakan, “Pada hari pembunuhan tersebut terjadi gerhana matahari dan kaki langit (ufuq) berwarna merah selama enam bulan, warna merah ini terus terlihat dalam kurun waktu yang lama sesudah itu; sebuah pemandangan yang tidak pernah terjadi sebelumnya.”
Peristiwa Karbala merupakan pelajaran sangat berharga bagi umat Islam bahwa jika tidak disikapi dengan arif dan bijaksana serta semangat ukhuwah yang tinggi, segala persoalan yang ada dapat menghancurkan tatanan moral dan ukhuwah islamiyah, bahkan nilai-nilai luhur ajaran agama pun bisa dikebiri demi ambisi dan kepentingan pribadi.
Hari Asyura patut dijadikan momentum perenungan sikap kita umat Islam selama ini dan perajutan kembali ukhuwah islamiyah yang mulai tercabik-cabik. Sudah saatnya kita kembali mengintropeksi diri sampai dimana keislaman merekat kepada pribadi muslim kita.
« Prev Post
Next Post »