Memahami Makna Ekonomi Rakyat Dan Ekonomi Kerakyatan

Secara sederhana pengertian ekonomi rakyat dan ekonomi kerakyatan bisa diartikan bahwa ekonomi rakyat adalah pelaku dan sektornya, sedangkan ekonomi kerakyatan adalah sistemnya. Jadi, yang harus diberdayakan di Indonesia ini adalah ekonomi rakyat, sedangkan ekonomi kerakyatan harus ditumbuh-kembangkan.

Konsep Ekonomi Kerakyatan Dalam Islam

Ekonomi rakyat menunjuk pada pelaku ekonomi mayoritas rakyat kecil di Indonesia seperti petani kecil, buruh tani, pedagang kecil, pengrajin kecil, dan sebagainya. Ekonomi kerakyatan menunjuk pada sistem atau aturan main dalam kegiatan ekonomi yang demokratis, yang berpihak dan memberi kesempatan luas bagi pelaku ekonomi rakyat untuk berkembang dan berperan dalam perekonomian nasional.

Dalam era ekonomi kapitalistik-neoliberal dewasa ini, yang berdaulat (dan dikedepankan) bukannya rakyat (ekonomi rakyat) melainkan pasar, yang notabane representasi pelaku ekonomi besar. Kebijakan ekonomi lebih memberi manfaat secara nyata bagi pelaku ekonomi besar, yang diharapkan dinikmati secara tidak langsung oleh ekonomi rakyat. Pemerintah tersandera oleh kekuasaan liberalisme pasar yang begitu dominan sehingga seolah-olah tidak mempunyai pilihan lain dalam mengambil kebijakan. Pemberian R&D kepada konglomerat dan liberalisasi impor merupakan bukti kebijakan pemerintah yang lebih tunduk pada kekuatan pasar (kapitalisme global) yang serakah dan bernaluri menjajah daripada tunduk pada kedaulatan rakyat (amanat konstitusi).

Di sisi lain, kebijakan dan program-program ekonomi banyak dirusak oleh pelaku elite politik-ekonomi Indonesia yang bermental korup dan suka menjarah uang rakyat, sehingga hasilnya tidak bisa dirasakan oleh rakyat kecil. Tuntutan “pesangon” (dana purna bakti) anggota dewan diberbagai daerah, “pelesir” ke luar negeri tanpa hasil kongkret, permintaan fasilitas, dan penyusunan aneka rupa “tunjangan pribadi” merupakan fakta bahwa pemimpin kita pun belum serius memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Mereka rupanya lebih serius mengagendakan kesejahteraan pribadi.

Perlu dipahami yang diterapkan adalah ekonomi kerakyatan (sebagai suatu sistem ekonomi), bukannya ekonomi rakyat (sebagai pelaku ekonomi). Ekonomi kerakyatan merupakan bagian integral dan Ekonomi Pancasila, yaitu sistem ekonomi nasional Indonesia yang mengacu dan didasarkan pada etika falsafah Pancasila. Ekonomi kerakyatan menunjuk pada satu aspek dari sistem ekonomi Pancasila, yaitu aspek demokrasi ekonomi (Sila ke-4).

Menerapkan ekonomi kerakyatan berarti mendesain sistem (aturan main) berekonomi yang memihak ekonomi rakyat serta menempatkan koperasi dan usaha-usaha kooperatif sebagai semangat yang menjiwai perilaku ekonomi perorangan dan masyarakat. Penerapan ekonomi kerakyatan memerlukan langkah-langkah konstitusional yang menunjuk kembali pada 33 UUD 1945 asli yang memuat penjelasan tentang ekonomi kerakyatan (demokrasi ekonomi) dan koperasi, pelaksanaan TAP MPR XVI/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi secara konsisten, dan pembuatan UU Perekonomian Nasional sebagai penjabaran operasional pasal 33. Penerapan sistem ekonomi kerakyatan juga harus diiringi dengan pengembangan ideologi (paradigm), kebijakan, dan ilmu ekonomi yang benar-benar memihak rakyat kecil dan memberdayakan pelaku ekonomi rakyat.

Selama ini perekonomian Indonesia ditopang oleh empat pilar yang meliputi ideologi ekonomi, sistem ekonomi, kebijakan ekonomi, dan ilmu ekonomi yang dikembangkan dalam setiap jenjang pendidikan. Kehidupan rakyat kecil hanya dapat terangkat jika empat pilar tersebut benar-benar berorientasi dan berpihak pada ekonomi rakyat, bukannya berpihak pada ekonomi konglomerat (usaha besar). Pengaruh ideologi developmentalisme (“pendewaan” terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi) yang terkandung dalam ajaran ekonomi Neoklasik Barat demikian besar sehingga mengalihkan perhatian pemerintah dari orientasi ekonomi rakyat menjadi orientasi kepada usaha (pemodal) besar. Alhasil, banyak kebijakan ekonomi pemerintah yang merugikan dan mengancam kehidupan ekonomi rakyat.

Di sisi lain, kebijakan ekonomi banyak menguntungkan pelaku usaha besar yang justru kolaps sesudah krismon 97/98 karena terlilit utang dan praktek KKN. Pemerintah dan pakar-pakar ekonomi tetap saja menganggap pemodal besar sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui investasi yang mereka lakukan. Mereka tidak menghiraukan kekuatan dan daya tahan ekonomi rakyat yang pada saat krismon 97/98 terbukti lebih produktif, lebih efisien, dan lebih banyak menyerap tenaga kerja. Demikian pula halnya, kondisi ini diperparah dengan pendidikan ekonomi yang tidak memberi perhatian serius pada upaya pemberdayaan ekonomi rakyat karena ajaran yang dikembangkan adalah ajaran yang sama (ekonomi Neoklasik), yang bias pada usaha besar.

Saat ini terjadi ketimpangan ekonomi karena pemerintah di masa lalu (dan dilanjutkan pemerintah sekarang) terlalu berorientasi pada upaya mengejar pertumbuhan ekonomi (developmentalisme) dan melupakan upaya-upaya serius untuk meratakan hasil-hasil pertumbuhan tersebut. Hal ini diperparah dengan dianutnya paradigm dan strategi pembangunan “tetesan ke bawah” yang menganggap rakyat dengan sendirinya akan ikut menikmati hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh elite-elite ekonomi (pemodal besar).

Previous
« Prev Post
Add CommentHide

Back Top