Adab Dan Tata Cara Bertamu Ke Masjid

12/24/2014

Apakah kita sudah mengikuti anjuran dan ajaran junjungan kita Rasulullah SAW? Sudahkah kita menggunakan kaki kanan jika memasuki masjid? Dan menggunakan kaki kiri saat keluar masjid? Kalau belum, semoga itu hanya karena kita lupa dan kurang hati-hati.

Saat masuk dan keluar dari kamar mandi, kita menggunakan kaki yang sebaliknya. Itulah agama Islam. Sampai hal-hal sekecil itu diajarkan, bagaimana cara yang paling baik.

Adab Dan Tata Cara Bertamu Ke Masjid

Saat akan masuk masjid, kita banyak berdoa. Misalnya berdoa: “Saya ingin beriktikaf di masjid”. Iktikaf bisa dilakukan dengan dzikir, membaca al-Quran, mendengarkannya, atau bisa juga dengan shalat. Lamanya bermacam-macam. Ada yang mengatakan iktikaf harus satu hari satu malam, namun ada juga yang berpendapat bahwa selama seseorang berada di dalam masjid, itulah waktu iktikaf baginya.

Selama iktikaf dibolehkan mambaca shalawat Nabi. Kenapa kita harus bershalawat? Karena Allah SWT memerintahkan kita bershalawat, seperti dikatakan dalam al-Quran. Ada lagi yang bertanya, “Nabi kan sudah pasti masuk surga, sudah diampuni dosanya, kenapa kok kita masih harus membaca shalawat?” seperti halnya sebuah kolam yang sudah penuh air, jika ditambah air lagi, maka sudah pasti amber (tumpah). Air tumpahan itu akan diberikan pada siapa? Otomatis diberikan kepada orang yang mau bershalawat pada Rasulullah.

Selain itu ada doa lainnya. yaitu, Allahumma-f-tah lii abwaaba rahmatika. “Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu”. Berarti di dalam masjid itu terdapat banyak sekali rahmat Allah. Namun saying, banyak orang di dalam masjid yang tidak merasakannya.

Keadaan kita di masjid pasti berbeda dengan keadaan kita di lapangan sepak bola. Apalagi jika dibandingkan dengan keadaan kita di dalam gedung bioskop. Karena itu masuk ke dalam masjid merupakan ibadah. Namun, niatnya juga sangat menentukan nilai ibadah. Seandainya ada orang masuk ke masjid karena ingin iktikaf, dan orang lain masuk ke masjid dengan tujuan ingin beristirahat, kira-kira mana yang bernilai ibadah? Pastilah orang yang pertama memiliki nilah ibadah lebih tinggi.

Selain itu kita harus menghargai haibah (ketinggian derajat) masjid. Di daerah Timur Tengah ada kalimat yang sangat terkenal, yang berbunyi: “lil mihrabi haibatun”. Tiap-tiap tempat ibadah itu memliki kehormatan. Maka, tidak sepantasnya kita pergi ke masjid hanya dengan mengenakan kaos dalam saja. Atau dengan baju yang sudah bolong-bolong. Sedangkan kalu pergi menghadap kades kita berdandan habis-habisan. Padahal saat masuk ke masjid, kita akan menghadap Penguasa Alam Semesta.

Bukankah hal itu sangat terbalik. Jika hal itu kita lakukan, berarti kita telah menganggap kades lebih mulia dari Yang Menciptakan kades itu sendiri. Berbeda halnya kalau kita memang hanya memiliki baju yang jelek-jelek saja, kita tidak punya baju yang bagus sama sekali. Dalam keadaan begitu, yang penting kita berusaha mengenakan yang terbaik saja, insyaallah sudah cukup.

Begitu juga kalau datang ke rumah orang lain. Sudah sepatutnya kita ijin terlebih dahulu pada si pemilik rumah. Sebagai Muslim, sudah menjadi rahasia umum kalu kita menggunakan salam sebagai bentuk permintaan ijin. Namun, tentu saja tuan rumah berhak menerima atau tidak tamu yang datang. Jadi kalau kita mengucapkan salam sekali tidak dijawab, mengucapkan salam dua kali tidak dijawab, apalagi kalau sudah mengucapkan salam tiga kali dan belum dijawab juga, ini berarti si pemilik rumah belum berkenan menerima kita sebagai tamu. Maka, untuk menjaga kehormatan kita dan kehormatan tuan rumah, tidak pantas bagi kita untuk terus menunggu di depan pintu, apalagi kalau sampai berteriak-teriak memanggil. Itu sangat tidak terpuji dan tidak pantas. Akan lebih baik kita pulang dan kembali lagi kalau waktu dan kondisi sudah lebih memungkinkan.

Kita juga sudah sering mendengar kalimar “Halaka umruun lam ya’rif qadrahu”. Orang yang tidak tahu dirinya sendiri, tidak tahu harga dirinya sendiri sudah pasti akan hancur. Kita harus bisa mengatur diri, dan berbuat sesuai dengan derajat kita. Kalau kita harus jadi A, maka jadilah A. Kalau kita harus jadi B, jadilah B. Di masjid, status kita adalah hamba yang bertamu ke rumah Tuhan. Mana ada hamba atau orang bawahan yang tampil sekenanya saat bertemu atasannya? Pasti tidak ada. Seorang hamba akan tampil sebaik mungkin jika bertamu ke rumah atasannya. Apalagi kalau yang akan ditemuinya di masjid adalah Gusti Pangeran. Sepatutnya kita tampil sebaik mungkin di hadapan-Nya.

Previous
« Prev Post
Add CommentHide

Back Top