Pasture Fattening merupakan sistem penggemukan sapi yang dilakukan dengan cara menggembalakan sapi di padang penggembalaan. Dengan demikian, teknik pemberian pakan dalam sistem ini adalah dengan penggembalaan. Tidak ada penambahan pakan berupa konsentrat maupun biji-bijian sehingga pakan yang tersedia hanya berasal dari hijauan yang terdapat di padang penggembalaan. Oleh karena itu, hijauan yang terdapat di padang penggembalaan disamping rumput-rumputan yang ada, haruslah ditanami dengan leguminosa agar kualitas hijauan yang ada di padang penggembalaan itu lebih tinggi. Apabila hanya mengandalkan rumput-rumputan saja dan tanpa penanaman leguminosa maka tidak dapat diharapkan pertambahan bobot sapi yang lebih tinggi. Apabila sistem penggemukan sapi pasture fattening akan diaplikasikan di Indonesia maka jenis leguminosa yang disarankan untuk ditanam di padang-padang penggembalaan adalah Arachis, Centrosema, Lamtoro, Siratro, dan Desmodium trifolium. Bibit tanaman tersebut dapat diperoleh antara lain di Balai Penelitian Ternak dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di Pulau Jawa dan di luar Pulau Jawa.
Padang penggembalaan harus selalu terpelihara dari kerusakan dan erosi. Untuk itu, tata laksana penggembalaan harus dilakukan dengan baik. Sebelum digunakan, kapasitas tamping setiap areal padang penggembalaan harus ditentukan terlebih dahulu. Hal ini untuk menjafa agar tidak terjadi tekanan penggembalaan yang berlebihan atau over grazing. Pada tempat-tempat tertentu di areal padang penggembalaan disediakan air minum bersih. Untuk menjaga agar sapi tidal kekurangan mineral maka tempat-tempat tertentu perlu pula disediakan lempengan-lempengan garam dapur atau mineral blok. Selain itu, areal padang penggembalaan sebaiknya ditanami pohon-pohon peneduh untuk berteduh sapi, terutama pada waktu hari sedang panas. Pohon peneduk ini dpat berupa tanaman lamtoro atau gamal.
Kandang pada sistem penggemukan sapi pasture fattening hanya berfungsi sebagai tempat berteduh sapi-sapi pada malam hari atau pada waktu sengan sangat panas. Penggemukan sistem pasture fattening memerlukan padang penggembalaan yang relatif luas sehingga sulit bila dilaksanakan di daerah-daerah yang padat penduduknya seperti di Pulau Jawa. Namun, bukan berarti penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening tidak dapat dilakukan di Indonesia. Di luar Pulau Jawa, meskipun tidak banyak lagi lahan yang tersedia, tetapi sudah ada yang melakukan penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening. Di Pulau Sumatera, misalnya, dikenal kelompok Gembala Sriwijaya, Jaka Sampurna, dan Double Bell Ranch di Batam. Di Kalimantan Barat ada Kahayangan River Ranch sedangkan di Kalimantan Selatan ada Imbah Ranch. Di Sulawesi Selatan tidak kurang dari 8 buah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta yang bergerak dalam usaha penggemukan sapi sistem pasture fattening.
Dari segi biaya produksi, penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening lebih murah dibanding sistem lainnya. hal ini disebabkan oleh biaya hijauan dan upah tenaga kerjayang lelatif murah sebab tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak. Namun, karena pakan atau ransum yang diberikan berupa hijauan dan meskipun dicampur dengan leguminosa, misalnya, pertambahan bobot badan yang dicapai pada sistem lainnya yang menggunakan hijauan dan konsentral lebih tinggi. Oleh karena itu penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening memerlukan waktu yang relatif lama, yakni sekitar 8-10 bulan.
Sapi bakalan yang digunakan pada penggemukan sapi sistem pasture fattening adalah sapi jantan atau betina yang minimal telah berumur sekitar 2.5 tahun. Sapi jantan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat daripada sapi betina sehingga waktu penggemukannya relatif singkat.
Indonesia mempunyai musim kemarau dan musim hujan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan vegetasi termasuk hijauan pakan ternak. Pada waktu kemarau, terutama pada bulan Juli-September, hijauan pakan ternak sulit diperoleh. Saat itu produksi hijauan atau rerumputan banya mencapai sekitar 50% dari produksi rata-rata per bulan. Dalam kaitannya dengan musim kemarau, diusahakan agar penjualan sapi-sapi dilakukan pada musim-musim susah untuk mendapatkan hijauan.
Untuk menanggulangi kesulitan mandapatkan hijauan pada musim kemarau, disarankan menanam leguminosa pohon seperti lamtoro atau petai cina dan gamal. Pohon-pohon tersebut ditanam di pinggir-pinggir padang penggembalaan atau pada tempat-tempat padang penggembalaan yang dapat berfungsi pula sebagai tempat berteduh sapa pada hari panas. Dengan demikian, apabila terjadi kekurangan hijauan pada musim kemarau, setidaknya dapat dibantu dengan pemberian daun lamtoro tau daun gamal dari leguminosa pohon yang ditanam. Pemberian hijauan dari leguminosa pohon itu sebaiknya dilakukan pada saat sapi sudah selesai merumput dan beristirahat di kandang atau di tempat-tempat berteduh. Pemberian daun gamal pada sapi memerlukan waktu penyesuaian agar sapi itu mau memakannya. Pemberian daun gamal pada sapi dapat pula dilakukan dengan cara melayukannya terlebih dahulu selama semalam sebelum diberikan kepada sapi.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan padang penggembalaan yang digunakan untuk penggemukan sapi dengan sistem pasture fattening adalah rotasi penggunaan padang penggembalaan. Suatu areal padang penggembalaan dapat dibagi atas beberapa petak dan diisi dengan beberapa ekor sapi yang digemukkan. Setiap petak harus diamati terus agar dapat ditentukan saat yang tepat untuk melakukan rotasi.
« Prev Post
Next Post »