Istilah sukuk berasal dari bentuk jamak dari bahasa Arab ‘sak’ atau sertifikat. Secara singkat The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) mendefinisikan sukuk sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat, dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu. Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya aqad atau penjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Sukuk telah menjadi fenomena global. Saat pasar dihantam krisis kredit secondary mortgage, sistem keuangan syariah menjadi alternatif pendanaan dan investasi.
Apalagi di Indonesia, sukuk negara dibebaskan dari pajak penghasilan. SBSN ritel SR001 memiliki imbal hasil 12 persen, setara dengan obligasi konvesional dengan tingkat coupon 15 persen. Apakah sukuk aman tanpa masalah? Ternyata pasar sukuk global memasuki era baru, yaitu tantangan gagal bayar (default) dan ketidakpastian hukum.
Gagal bayar sukuk berpotensi menjadi rumit. Pemikiran dan pengajian serius diperlukan untuk menghindari gesekan antara hukum Barat dan syariah. Pada 2004, saat menangani kasus kepatuhan sebuah kontrak, pengadilan tinggi di UK memutuskan: apabila terjadi konflik antara hukum syariah dan hukum Barat, hukum Barat memunyai hak hukum lebih tinggi.
Tidak Sesuai Syariah?
Di kalangan ahli syariah masih terjadi perdebatan. Muhammad Taqi Usmani, ahli dari Pakistan, berpendapat 85 persen struktur sukuk tidak sesuai syariah! Islam melarang spekulasi dan bunga. Faktanya, banyak sukuk yang hakikatnya memberikan imbal hasil persis bunga, tapi dikemas dengan perjanjian sale-repurchase.
Di Indonesia, semua SBSN diterbitkan dengan akad ijarah, atau setara dengan sale, lease & repurchase. Pemerintah menjual aset ke special purpose vehicle yang dibayar dengan uang investor sukuk. Lalu aset itu disewakan kembali ke pemerintah dengan fee tetap. Saat jatuh tempo, pemerintah membeli kembali aset tersebut senilai 100 persen.
Total, 92 persen sukuk di Indonesia diterbitkan dengan akad ijarah, sisanya 8 persen akad mudharabah. Akad mudharabah dinilai sesuai hukum syariah karena investor dan penerbit berbagi risiko dan keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakatinya.
Menurut accounting and auditing Organization for Islamic Financial Institutions dari Bahrain, prinsip syariah adalah semua pihak dalam transaksi berbagi risiko dan keuntungan. Faktanya, banyak struktur sukuk yang menjamin sebagian ataupun seluruh pembayaran kembali atau cicilan tahunan. Organisasi ini menyatakan sukuk jenis ini tidak sesuai syariah.
Jenis-Jenis Sukuk
Berbagai jenis struktur sukuk yang dikenal secara internasional dan telah mendapatkan endorsement dari The Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) antara lain:
- Sukuk Ijarah
- yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Ijarah di mana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk Ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al Muntahiya Bittamliek (Sale and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease.
- Sukuk Mudharabah
- yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Mudharabah di mana satu pihak menyediakan modal (rab al-maal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
- Sukuk Musyarakah
- yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Musyarakah di mana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
- Sukuk Istisna’
- yaitu Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna’ di mana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Hukum Sukuk
Bila SBSN memiliki payung hukum UU No 19/2008 dan dijamin pemerintah, bagaimana dengan sukuk swasta? Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan fatwa tentang produk-produk keuangan syariah. Fatwa itu menyebutkan jika terjadi perselisihan, penyelesaian dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah bila tidak tercapai musyawarah.
Pertanyaannya, apakah fatwa DSN memiliki kekuatan hukum mengikat? Apakah investor tidak memiliki opsi hukum lain selain melalui Badan Arbitrase Syariah? Perlu diingat bahwa sukuk dijual umum, baik kepada kaum muslim maupun nonmuslim. Bagaimana posisi hukum kita?
Yang pasti, investor membutuhkan kepastian hukum dalam kasus gagal bayar atau kebangkrutan emiten sukuk. Bila permasalahan dualisme hukum ini bisa diselesaikan, menurut Mohamed Damak, analis dari Standard & Poor di Paris, saat ini sekitar 50 miliar dollar AS sukuk siap diterbitkan, menunggu kesempatan yang tepat.
« Prev Post
Next Post »