Lembaga Zakat

Ummat Islam adalah ummat yang mulia, ummat yang dipilih Allah untuk mengemban risalah, agar mereka menjadi saksi atas segala ummat. Tugas ummat Islam adalah mewujudkan kehidupan yang adil, makmur, tentram dan sejahtera dimanapun mereka berada. Karena itu ummat Islam seharusnya menjadi rahmat bagi sekalian alam. Bahwa kenyataan ummat Islam kini jauh dari kondisi ideal, adalah akibat belum mampu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-Ra'd: 11)1. Potensi-potensi dasar yang dianugerahkan Allah kepada ummat Islam belum dikembangkan secara optimal. Padahal ummat Islam memiliki banyak intelektual dan ulama, disamping potensi sumber daya manusia dan ekonomi yang melimpah. Jika seluruh potensi itu dikembangkan secara seksama, dirangkai dengan potensi aqidah Islamiyah (tauhid), tentu akan diperoleh hasil yang optimal. Pada saat yang sama, jika kemandirian, kesadaran beragama dan ukhuwah Islamiyah kaum muslimin juga makin meningkat maka pintu-pintu kemungkaran akibat kesulitan ekonomi akan makin dapat dipersempit.

Lembaga Zakat

Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius adalah penanggulanagn kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya. Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman keemasan Islam. Padahal ummat Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang sangat besar. Apabila potensi tersebut dikelola dengan baik dan disalurkan kepada yang berhak, tentunya dapat digunakan sebagai sarana dalam meningkatkan perekonomian penduduk yang notabennya negara yang berpenduduk islam terbesar di dunia.

PENGERTIAN ZAKAT

Menurut Bahasa (lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; membersihkan; mensucikan. Menurut Hukum Islam (istilah syara'), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Penyebutan kata zakat dalam bentuk ma’rifah dalam Al-Qur’an sebanyak 30 kali, 27 kali di antaranya disebutkan dalam satu ayat bersama shalat, dan sisanya disebutkan disebutkan dalam konteks yang sama dengan shalat meskipun tidak di dalam satu ayat. Di antara ayat tentang zakat yang cukup populer adalah surat Al-Baqarah ayat 110 yang berbunyi “Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat”.

Selain zakat, Islam juga mengenal adanya istilah shadaqah dan infaq, yang bahkan dalam beberapa ayat zakat diungkapkan dengan istilah shadaqah2 dan infaq3. Sampai sini bisa kita tarik kesimpulan bahwa sebenarnya ketiga kata tersebut mempunyai unsur makna yang sama yaitu sama-sama perintah untuk mengeluarkan harta bagi orang-orang yang tertentu, sedangkan perbedaannya terletak pada wajib dan tidaknya mengeluarkan harta serta jumlah banyak harta yang harus dikeluarkan.

Adapun syarat untuk dapat mengeluarkan zakat, antara lain:

  • Sampai Nisab
  • Haul (telah dimiliki satu tahun)
  • Harta yang halal
  • Terbebas dari hutang
  • Milik penuh dan berkuasa menggunakannya

SEJARAH ZAKAT

Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 H, walaupun ada sebagian ahli hadist yang berpendapat bahwa zakat telah diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukumnya. Peraturan mengenai zakat muncul pada tahun ke-9 H ketika dasar islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan cepat dan orang  berbondong-bondong masuk islam. Peraturan yang di susun meliputi sistem pengumpulan zakat, barang-barang yang dikenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda.

Zakat pada masa Rasulullah saw merupakan salah satu pendapatan utama bagi negara. Yang pengeluaran hanya untuk golongan tertentu4 dan tidak dapat di belanjakan untuk pengeluaran umum negara. Lebih jauh lagi zakat secara fundamental adalah pajak lokal5. Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:

  • Benda logam yang terbuat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen, atau dalam bentuk lainnya.
  • Benda logam yang terbuat dari perak seperti koin, perkakas,ornamen atau dalam bentuk lainnya.
  • Binatang ternak seperti unta,sapi,domba, dan kambing.
  • Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
  • Hasil pertanian termasuk buah – buahan.
  • Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh.
  • Barang temuan.

Di masa pemerintahan Abu Bakar , masalah keakuratan perhitungan zakat sangat diperhatikan. Abu Bakar mengambil langkah-langkah tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat islam termasuk Badui yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan sepeninggal Rasulullah saw. Pada waktu itu Abu Bakar memerintahkan pasukannya untuk menyerang suku-suku Arab yang menolak membayar zakat dan meninggalkan Islam (murtad).

Di masa pemrintahan Umar bin Khatab, zakat juga diposisikan sebagai sumber pendapatan utama negara Islam. Zakat dijadikan ukuran fiskal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Pengenaan zakat atas harta berarti menjamin penanaman kembali dalam perdagangan dan perniagaan yang tidak perlu dilakukan dalam pajak pendapatan. Hal ini juga akan memberi keseimbangan antara perdagangan dan pengeluaran. Dengan demikian dapat dihindari terjadinya suatu siklus perdagangan yang membahayakan. Semua surplus pendapatan dalam jumlah-jumlah tertentu harus diserahkan kepada negara, kemudian dana itu di kelola sedemikian rupa sehingga tak seorangpun yang memerlukan bantuan, perlu merasa malu mendapatkan sumbangan. Hal ini juga berkaitan dengan hukuman berat bagi orang yang tidak mau membayar zakat sehingga orang tersebut dapat didenda sebesar 50% dari jumlah kekeyaannya.

Pada masa pemerintahan Usman bin Affan dilaporkan bahwa untuk mengamankan dari gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas dari beberapa pengumpul yang nakal, Usman mendelegasikan kepada para pemilik untuk menaksir kepemilikannya sendiri.

Pelaksanaan pemungutan zakat di masa pemerintahan Rasulullah saw dan Khulafaur Rasyidin menjadi bukti arti penting zakat bagi pembangunan negara. Sehingga sebenarnya tidak beralasan bagi sebagian pendapatan yang meragukan keefektifan zakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Persoalan selama ini, zakat sering di kaitkan dengan masalah politik, sebenarnya hal itu tidak terjadi jika satu sama lain meyakini bahwa zakat sebagai suatu kewajiban yang memiliki fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik muslim dan non muslim (bagi non muslim dikenekan jizyah).

Usaha untuk mengoptimalkan kosep zakat telah lama dilakukan di negara Indonesia, namun karena disebabkan banyak hal, baru akhirnya pada masa pemerintahan Habibie konsep zakat baru dapat dilegalisasikan dengan lahirnya Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolan Zakat.

PENGELOLAAN DAN POTENSI ZAKAT DI INDONESIA

ASPEK EKONOMI

Dari tinjauan ekonomi tidak ada bukti yang menunjukkan zakat menjadikan masyarakat menjadi melarat. Ketetntuan zakat tidak saja mengedepankan keadilan tetapi pada kemaslahatan. Ketentuan nisab dan kadar barang yang berbeda pada setiap jenis barang, dan ditentukannya waktu satu tahun dalam menarik zakat dimaksudkan supaya zakat akomodatif dengan persoalan-persoalan ekonomi masyarakat. Misalnya, di sektor non-produktif  semacam uang kas, perhiasan, tabungan dan lain-lain kewajiban membayar zakat lebih besar dari pada zakat disektor produktif.

Zakat disektor non-produktif lebih besar dengan tujuan mendorong masyarakat untuk mengalihkan dananya ke sektor produktif. Sebab dengan mengalihkan dananya ke sektor produktif, input produksi akan meningkat, ditandai dengan meningkatnya permintaan atas sejumlah faktor produksi sepeti tenaga kerja. Terserapnya tenaga kerja ke sektor produktif akan mempengaruhi peningkatan output produksi yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

KENDALA PENGEMBAGAN LEMBAGA ZAKAT

Saat ini peran lembaga zakat sangat dibutuhkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat walaupun terdapat sejumlah kendala yang harus dihadapai diantaranya:

  • Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan makna, tujuan dan hikmah zakat.
  • Pengaruh sistem perekonomian kapitaslisme dalam mayarakat yang begitu kental.
  • Perencanaan dan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan zakat yang masih kurang teratur.
  • Kurangnya implementasi dari pemerintah terhadap undang-undang zakat.

STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA ZAKAT

  • Memahamkan masyarakat akan zakat bukan hanya dari sudut keagamaan saja.
  • Peningkatan kordinasi antar lembaga zakat, agar tercipta kondisi yang baik.
  • Implementasi undang-undang zakat dari pemerintah yang perlu ditingkatkan.

PENUTUP

Mengingat potensi zakat di Indonesia yang begitu besar karena Indonesia merupakan negara yang berpenduduk Islam terbesar di dunia. Maka apabila dana zakat mampu dikelola dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah dan disalurkan kepada yang berhak, akan sangat berpengaruh terhadap penyelesaian masalah-masalah ekonomi negara Indonesia umumnya dan pengentasan kemiskinan khususnya.

Daftar Pustaka

  • Heri Sudarsono, 2007, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ed. kedua, Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, yogyakarta
  • Rifki Muhammad, 2008, Akuntansi Keuangan Syariah, Konsep dan Implementasi PSAK Syariah, Ed. Pertama, P3EI Press, yogyakarta

  1. “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
  2. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (At- Taubah ayat 103)
  3. “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At - Taubah ayat 34)
  4. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Taubah: 60)
  5. Rasulullah berkata kepada Muadz (ketika mengirimnya ke Yaman sebagai pengumpul dan pemberi zaka “…Katakanlah kepada mereka (penduduk Yaman) bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk membayar zakat yang diambil dari orang kaya diantara mereka dan memberikannya kepada orang miskin diantara mereka”. (HR. Bukhori)
Previous
« Prev Post
Add CommentHide

Back Top