Pengelolaan Zakat sebelum UU No 38 tahun 1999
Pada zaman penjajahan Belanda, tepatnya pada tangal 4 Agustus 1893 pemerintah kolonial mengeluarkan kebijakan mengenai zakat. Kebijakan tersebut dituangkan dalam bijlad Nomor 1892 yang berisi tentang intervensi pemerintah kolonial terhadap para penghulu yang berwenang mengelola harta zakat, dengan alasan mencegah terjadinya penyelewengan zakat oleh para penghulu dalam melaksanakan administrasi kekuasaan pemerintah Belanda. Ironisnya, para penghulu yang diberi wewenang mengelola zakat tersebut sama sekali tidak diberi gaji dan kesejahteraan keluarganya. Kemudian dalam Bijlad nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905, pemerintah kolonial mengeluarkan aturan baru tentang pelarangan kepada semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi untuk ikut serta dalam membantu pelaksanaan zakat.
Setelah Indonesi merdeka, para tokoh muslim merasakan perlunya zakat sebagai salah satu sumber pemberdayaan umat. Mr. Yusuf Wibisono, Menteri Keuangan pada tahun 1950 menulis artikel, -yang dimuat dalam majalah Hikmah-, mengenai perlunya zakat dimasukkan ke dalam sistem perekonomian Indonesia. Hal yang sama juga dilakukan oleh Prof. Hazairin. Dalam ceramahnya di Salatiga tanggal 16 Desember 1950, ia mengusulkan didirikannya bank zakat. Dari bank zakat ini kemudian disalurkan pinjaman-pinjaman jangka panjang dan tanpa bunga bagi rakyat miskin agar dapat membangun lapangan hidup yang produktif.
Pada tahun 1968 pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Agama nomor 4 tahun 1968 dan nomor 5 tahun 1968 tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan pembentukan baitul mal, di tingkat pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Presiden Soeharto pada tangal 22 oktober 1968 menganjurkan untuk mengelola zakat secara sistematis dan terorganisir. Dia sendiri menyatakan sanggup untuk menjadi amil zakat tingkat nasional. Peraturan Menteri Agama tersebut kemudian ikut mendorong terbentuknya badan amil zakat di tingkat Propinsi yang dipelopori oleh Pemda Dki Jaya. Kemudian diikuti oleh beberapa Propinsi lain seperti Jawa Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Barat, Lampung dan lain-lain dengan nama yang berbeda-beda seperti BAZID, BAZI, BAKAT, dan BAZ.
Kemudian, untuk memaksimalkan pengelolaan zakat, pada tahun 1982, Presiden Soeharto melembagakannya dengan membentuk Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila.
Pengelolaan Zakat Pasca UU No 38 tahun 1999
Menurut UU Nomor 38 Tahun 1999, pengelolaan zakat adalah sebuah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Yang bertujuan:
- Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakt sesuai dengan tuntunan agama.
- Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
- Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Masih dalam Undang-undang yang sama pada Bab III pasal 6 dan pasal 7 dinyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri atas dua kelompok institusi yaitu:
1. Badan Amil Zakat (BAZ); yaitu organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah. Meskipun ia dibentuk oleh pemerintah, kepengurusannya harus melibatkan unsur masyarakat. Menurut Peraturan hanya posisi sekretaris saja yang berasal dari pejabat Departemen Agama.
Badan Amil Zakat (BAZ) memiliki tingkatan sebagai berikut:
- Nasional, dibentuk Presiden atas usul Menteri Agama.
- Propinsi, dibentuk oleh Gubernur atas usul Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama.
- Kabupaten/Kota, dibentuk oleh Bupati/Walikota atas usul Kepala Kantor Departemen Agama.
- Kecamatan, dibentuk oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama.
Fungsi dan Strutur Organisasi BAZ terdiri dari 3 bagian:
- Dewan Pertimbangan, berfungsi memberikan pertimbangan-pertimbangan, saran, fatwa dan rekomendasi tentang pengembangan hukum dan pemahaman mengenai pengelolaan zakat.
- Komisi Pengawas, memiliki fungsi sebagai pengawas internal (meliputi aspek syariah dan aspek manajerial) atas operasional kegiatan yang dilaksanakan badan pelaksana.
- Badan Pelaksana, mempunyai fungsi melaksanakan kebijakan BAZ dalam program pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat.
Tahapan-tahapan penetapan BAZ:
- Membentuk tim penyeleksi yang terdiri dari unsur Ulama’, cendekia, tenaga profesional, praktisi pengelola zakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemerintah.
- Menyusun kriteria calon pengurus
- Mempublikasikan rencana pembentukan BAZ secara luas kepada masyarakat
- Melakukan penyeleksian terhadap calon pengurus sesuai dengan keahliannya.
- Calon Pengurus terpilih kemudian diusulkan untuk ditetapkan secara resmi.
Garis besar kegiatan BAZ:
- Melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan
- Menyususn laporan tahunan termasuk laporan keuangan
- Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pemerintah yang berwenang selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun buku berakhir
- Menyerahkan laporan tersebut kepada pemerintah dan DPR sesuai dengan tingkatannya
- Merencanakan kegiatan tahunan
- Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat yang diperoleh di daerah masing-masing sesuai dengan tingkatannya.
2. Lembaga Amil Zakat; yaitu organisasi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. Jika LAZ telah mendapatkan pengukuhan dari Pemerintah, bukti setoran zakat Muzakki dan LAZ ini dapat mengurangi pajak. Sebagaimana BAZ, LAZ juga memiliki beberapa tingkatan sebagai berikut:
- Nasional dikukuhkan oleh Menetri Agama.
- Daerah Propinsi dikukuhkan oleh Gubernur atas usul kepala kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi.
- Daerah kabupaten/Kota, dikukuhkan oleh Bupati atau Walikota atas usul Kepala kantor Departemen Agama Kabupaten atau kota.
- Kecamatan, dikukuhkan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
Untuk dapat dikukuhkan oleh Pemerintah, LAZ harus memenuhi dan melampirkan persayaratan sebagai berikut:
- Akte Pendirian.
- Data Muzakki.
- Daftar susunan Pengurus.
- Rencana Program jangka pendek, menengah dan panjang.
- Neraca atau laporan posisi keuangan.
- Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
Setelah LAZ mendapatkan pengukuhan, ia memiliki kewajiban sebagai berikut:
- Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang telah ditetapkan.
- Menyusun laporan
- Mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit melalui media masa
- Menyerahkan laporan kepada Pemerintah.
ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT (OPZ)
Organisasi pengelola zakat berdasarkan sifat operasinya termasuk organisasi nirlaba (Not for profit organisation). Sebagai organisasi nirlaba, organisasi pengelola zakat juga memiliki karakteristik seperti organisasi nirlaba lainnya, yaitu:
- Sumber daya (baik dana mapun barang) berasal dari donatur yang memercayakan hartanya kepada lembaga. Para donatur tersebut tidak mengharapkan keuntungan dari lembaga tersebut.
- Menghasilkan berbagai jasa dalam bentuk layanan kepada masyarakat. Berbagai layanan tersebut tidak dimaksudkan untuk mendapatkan laba, tetapi juga tidak semua bersifat cuma-cuma atau gratis melainkan dikenakan fee/biaya. li>Kepemilikan lembaga bukan berada pada pendiri, tetapi berada pada umat. Jika terjadi likuidasai atas lembaga tersebut, kekayaan yang dipunyai lembaga tersebut dikembalikan kepada umat.
- Pengelola zakat (amil) dapat disebut sebagai sebuah profesi yang selayaknya mendapatkan imbal balik dari profesinya (diambilkan dari dana zakat yang terkumpul).
Sedangkan hal-hal yang membedakan organisasi pengelola zakat dengan organisasi nirlaba lainnya adalah:
- Terikat dengan aturan dan prinsip-prinsip syariah.
- Sumber dana utama adalah zakat, infaq dan shadaqah, serta bisa juga menerima dana wakaf.
- Biasanya memiliki dewan syariah dalam struktur organisasinya. li>Aturan penggunaan dana sesuai dengan Al-Quran dalam surat At-Taubah ayat 60.
Adapun jenis dana yang dikelola OPZ
- Dana zakat berasal dari zakat maal (harta) dan zakat fitrah (jiwa) dibedakan menjadi:
- Dana zakat umum, yaitu zakat yang diberikan oleh muzakki kepada OPZ tanpa permintaan tertentu.
- Dana zakat khusus, diberikan dengan permintaan tertentu. Misalnya permintaan oleh muzakki untuk disalurkan kepada anak yatim, untuk program beasisiwa dan lain-lain.
- Dana infaq/shadaqoh (juga dibedakan menjadi 2, umum dan khusus)
- Dana Pengelola (operasional), yang dimaksud disini adalah dana hak amail yang dipergunakan untuk membiayai operasional lembaga. Dapat bersumber dari:
- Hak amil dari dana zakat.
- Bagian tertentu dari dana infaq/shadaqoh.
- Sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan syariah.
POTENSI ZAKAT DI INDONESIA
Diasumsikan kota A memiliki 500.000 tenaga kerja yang beragama muslim yang rata-rata penghasilan sebulannya Rp800.000,00. kemudian diklasifikasikan 10% kelas pendapatan tinggi dengan rata-rata pendapatan sebulan Rp10.000.000,00. 20% kelas pendapatan sedang dengan rata-rata pendapatan sebulan Rp5.000.000,00, dan sisanya kelas pendapatan rendah dengan rata-rata pendapatan sebulan Rp1.000.000,00. maka kira-kira zakat yang akan terkumpul dalam setahun adalah sebagai berikut:
Cara perhitungan:
% x Jumlah tenaga kerja x rata-rata pendapatan sebulan x 12 x 2.5 % = potensi zakat yang diperoleh
Tinggi (10%) x 500.000 = 50.000 x 10.000.000 = 500M x 12= 6T x 2,5% = 150 M
Sedang (20%) x 500.000 = 100.000 x 5.000.000 = 500M x 12= 6T x 2,5% = 150 M
Rendah (70%) x 500.000 = 350.000 x 1.000.000 = 350M x 12 = 4.2 T x 2,5% = 105 M
Maka total pendapatan Zakat yang diperoleh adalah 405M.
Jika total penduduk muslim indonesia adalah + 90% dari 240.000.000 penduduk Indonesia dan 30% dari penduduknya berpenghasilan tinggi maka indonesia tidak akan kekurangan apapun.
Belum lagi dengan zakat fitrah yang wajib dibayar setiap tahunnya sebesar 2,5 kg beras atau setara dengan jika harga beras @Rp 5.000 = 12.500 X + 90% X 240.000.000 =27T
Daftar Pustaka
« Prev Post
Next Post »