Kedudukan Zakat Dalam Islam

Perhatian Islam Terhadap Orang Miskin

Pada dasarnya semua agama, bahkan agama-agama ciptaan manusia yang tidak mengenal hubungan dengan Kitab suci yang berasal dari langit (Samawi), tidak kurang perhatiannya pada segi sosial yang tanpa segi ini persaudaraan dan kehidupan yang sentosa tidak mungkin terwujut. Demikianlah dilembah Eufrat-Tigris 4000 s.m. kita menemukan Hummurabi, seseorang yang pertamakalinya menyusun peraturan-peraturan tertulis yang masih dapat kita baca sekarang. Ia mengatakan bahwa Tuhan mengirimnya kedunia ini untuk mencegah orang-orang kaya untuk bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang lemah, membimbing manusia, serta menciptakan kemakmuran buat umat manusia. Dan beribu-ribu sebelum masehi orang-orang masehi Mesir kuno selalu merasa menyandang tugas agama sehingga mengatakan, “Orang lapar kuberi roti, orang yang tidak berpakaian kuberi pakaian, kubimbing kedua tangan orang-orang yang tidak mampu berjalan ke seberang, dan aku adalah ayah bagi anak-anak yatim, suami bagi janda-janda dan tempat menyelamatkan diri bagi orang-orang yang ditimpa hujan badai.

Kedudukan Zakat Dalam Islam

Kemudian apabila kita memeriksa Taurat dan Injil (perjanjian Lama dan perjanjian baru) yang ada sekarang, kita akan bertemu dengan banyak pesan dan nasehat khusus tentang cinta kasih dan perhatian pada fakir miskin, janda-janda yatim, dan orang-orang lemah. Dalam taurat surat Amsal, pasal 21, kita temukan, “Barangsiapa menyumbat telinganya akan tangis orang miskin, maka ia pun kelak akan berteriak, tetapi tiada yang mendengar akan suaranya. Dengan persembahan yang sembunyi orang akan memadamkan murka.”

Perhatian Islam terhadap kemiskinan (orang miskin) juga sangat tegas tidak kalah dengan agama samawi yang lain ataupun aturan-aturan ciptaan manusia, baik dari segi pengarahan maupun dari segi pengaturan dan penerapan. Semenjak fajarnya baru menyingsing di kota Mekkah, Islam sudah memperhatikan masalah sosial dan kemiskinan. Adakalanya Quran merumuskannya dengan kata-kata “memberi makan dan mengajak memberi makan orang miskin” atau dengan “mengeluarkan sebahagian rezeki yang diberikan Allah”, “memberikan hak orang yang meminta-meminta, miskin dan terlantar dalam perjalanan”, “membayar zakat” dan rumusan lainnya. Memberi makan orang miskin yang meliputi memberi pakaian, perumahan dan kebutuhan-kebutuhan pokok adalah merupakan realisasi dari keimananan seseorang (lihat surat Al Mudatsir, Al Haqqah). Quran tidak hanya menghimbau untuk memperhatikan dan memberi makan orang miskin, dan mengancam bila mereka dibiarkan terlunta-lunta, tetapi lebih dari itu membebani setiap orang Mu’min dan mendorong pula orang lain untuk memperhatikan orang-orang miskin dan menjatuhkan hukuman kafir kepada orang-orang yang tidak mengerjakan kewajiban itu serta pantas menerima hukuman Allah di akhirat.

Zakat di Makkah

Dalam surat al-Muddaststir, yaitu salah satu surat yang turun pertama, Al-Quran memperlihatkan kepada kita suatu peristiwa di akhirat, yaitu peristiwa “orang-orang kana” ketika orang-orang Muslimin di dalam surga bertanya mengapa orang-orang kafir dan pembohong-pembohong itu di cebloskan ke dalam neraka. Lalu mereka memperoleh jawaban bahwa mereka di cebloskan ke dalam neraka karena tidak memperhatikan dan membiarkan orang-orang miskin menjadi mangsa kelaparan.

Dalam al-Quran surah al-An’am. Allah berfirman: "Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang berkisi-kisi dan tidak berkisi-kisi, pohon kurma, biji-bijian yang beraneka ragam bentuknya, zaitun, dan buah delima yang serupa dan tidak serupa. Makanlah buahnya bila berbuah, dan keluarkanlah haknya pada hari memetik hasilnya, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sungguh Allah tiada menyukai orang-orang yang berlebi-lebihan". Allah memperingatkan kepada manusia bahwa dalam biji-bijian dan buah-buahan terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan pada waktu memetiknya. Said bin Jubair berkata, “Hal itu sebelum perintah zakat turun, yaitu bahwa orang itu harus menyedekahkan sebagian hasil tanamannya, memberi makan ternak, memberi anak yatim dan orang miskin, serta juga rumput-rumputan.”

Demikianlah sejumlah cara yang dipakai al-Qur’an makiah dalam mendorong manusia agar memperhatiakan dan memberikan hak-hak fakir miskin supaya mereka itu tidak terlunta-lunta. Cara-cara yang dipakai itu dimahkotai dengan satu cara lain yaitu “dipujinya orang yang berzakat dan dicercanya orang yang tidak membayarnya” sebagaimana jelas terlihat dalam surat-surat Makiah tersebut. Dalam al-Qur’an surah ar-Rum, Allah s.w.t memerintahkan agar hak kerabat, orang miskin, dan orang yang terlantar di perjalanan diberikan, dan kemudian memperbandingkan antara riba, yang pada lahirnya tampak seakan-akan menambah kekayaan tetapi pada dasarnya menguranginya, dengan zakat, yang pada lahirnya tampak mengurangi kekayaan tetapi pada dasarnya mengembangkan kekayaan itu.

Hal yang perlu dicatat dari pernyataan-pernyataan tentang zakat dalam surat-surat yang turun di Makkah itu adalah bahwa pernyataan-pernyataan tersebut tidak dalam bentuk amr ‘perintah’ yang dengan tegas mengandung arti wajib dilaksanakan, tetap berbentuk kalimat-kalimat berita biasa. Hal itu karena zakat di pandang sebagai ciri utama orang-orang yang beriman, bertakwa, dan berbuat kebajikan: Yaitu orang yang membayar zakat dan mereka yang melaksanakan zakat, atau orang-orang tertentu yang ditegaskan oleh Allah hidup sukses: Mereka itulah orang-orang yang sukses, atau sebaliknya dinilai sebagai orang-orang musyrik bila tidak melaksanakan kewaiban tersebut: yaitu mereka yang tidak membayar zakat.

Zakat di Madinah

Kaum muslimin di makkah baru merupakan pribadi-pribadi yang dihalagi menjalankan agama mereka, tetapi di madinah mereka sudah merupakan jamaah yang memiliki daerah, eksistensi, dan pemerintahan sendiri. Oleh karena beban tanggungjawab mereka mengambil bentuk baru sesuai dengan perkembangan tersebut. Yaitu bentuk delimitasi bukan generalisasi, bentuk hukum-hukum yang mengikat bukan hanya pesan-pesan yang bersifat anjuran.

Salah satu surat yang terakhir turun adalah surat At Taubah yang juga merupakan salah satu surat dalam Quran yang menumpahkan perhatian besar pada zakat. Coba kita perhatikan ayat-ayat surat At Taubah di bawah ini yang tidak lepas dari masalah zakat:

Dalam ayat permulaan surat itu Allah memrintahkan agar orang-orang musyrik yang melanggar perjanjian damai itu dibunuh. Tetapi jika mereka (1) bertaubat, (2) mendirikan shalat wajib, dan (3) membayar zakat, maka berilah mereka kebebasan (QS 9:5).

Enam ayat setelah ayat diatas Allah berfirman:”…jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan membayar zakat, barulah mereka teman kalian seagama….” (QS 9:11)

Allah juga merestui orang-orang yang menyemarakan masjid; yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, mendirikan sholat, membayar zakat (QS 9:18)

Allah mengancam dengan azab yang pedih kepada orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah (QS 9:34-35)

Dalam surat ini juga terdapat penjelasan tentang sasaran-sasaran penerima zakat, yang sekaligus menampik orang-orang yang rakus yang ludahnya meleleh melihat kekayaan zakat tanpa hak. (QS 9:60)

Allah menjelaskan pula bahwa zakat merupakan salah satu institusi seorang Mu’min (QS 9:71) yang membedakannya dari orang munafik (yang menggenggam tangan mereka/kikir, QS 9:67).

Allah memberikan instruksi kepada Rasul-Nya dan semua orang yang bertugas memimpin ummat setelah beliau untuk memungut zakat (QS 9:103)

Penentang Zakat dan Ancamannya

Kewajiban zakat adalah pasti dalam Al Quran dan As Sunnah. Jika ada orang Islam yang secara sadar mengingkari kewajibannya, maka ia kafir. Jika mengingkari karena kebodohannya, maka ia berdosa. Dampak meninggalkan zakat bukan hanya pada status muslim tidaknya seseorang, tetapi lebih luas dan berjangka panjang, dunia dan akhirat.

Dampak di dunia, orang yang menahan hartanya dan tidak mengeluarkan zakatnya merupakan penyebab banyaknya musibah dunia.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Tidaklah suatu kaum yang menahan zakat, melainkan Allah akan menimpakan kepada mereka dengan kemarau pajang”. (HR. Ath Thabrani)

“Dan sesungguhnya mereka itu bukanlah menahan zakat dari harta mereka, melainkan menahan hujan dari langit, dan seandainya binatang-binatang itu tidak ada, niscaya hujan tidak diturunkan kepada mereka”. (HR. Ibnu Majah, Al Bazzar, Al Baihaqi)

Menahan zakat adalah salah satu kemungkaran dan kezaliman, yang jika dibiarkan Allah akan turunkan azabnya secara merata, bukan hanya kepada orang zalim.

Selain itu, akan terjadi ketimpangan dan jurang antara orang kaya dan miskin. Orang kaya terambang ambing dengan keegoisannya, bagi mereka kemiskinan yang menimpa orang lain adalah taqdir Allah untuk mereka yang selayaknya dipasrahkan. Ada pun bagi orang beriman yang sadar dengan wajibnya zakat, mereka menganggap bahwa kemiskinan saudaranya adalah ujian bagi kedermawanan orang kaya.

Manusia harus sadar, bahwa hak harta adalah dibelanjakan. Cepat atau lambat harta yang kita miliki akan lenyap, adapun menabung hakikatnya hanyalah penundaan belaka. Manusia juga harus sadar, harta yang mereka punya, secara hakiki sebenarnya bukanlah milik mereka. manusia hanyalah diamanahkan untuk mengurusi, menjaga, dan dibelanjakan secara hak.

“Dan belanjakanlah sebagian dari harta yang Allah jadikan kamu sebagai pengurusnya”. (QS. Al Hadid (57): 7)

Ya, tidak sepantasnya seorang juru parkir menahan kendaraan yang akan diambil pemiliknya, sebab itu hanyalah titipan yang ia ditugasi untuk menjaganya.

Selain itu, masih ada sanksi dunia lainnya, yaitu sanksi undang-undang Islam yang diterapkan oleh Ulil Amri, yaitu pengambilan secara paksa, jika tidak mau juga dan ia tidak bertobat setelah diberi tiga kali kesempatan, maka ia dihukumi kufur dan murtad.(Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, Juz. 2, hal. 573. Imam Ibnu Hazm, Al Muhalla, Juz.11, hal. 313)

Berkata Imam Ibnu Hajar: “Imamlah (penguasa) yang berwenang mengurus zakat, memungut dan menyalurkannya, baik secara langsung atau melalui wakil-wakilnya. Maka barangsiapa ada yang menolak dipungut zakat, mereka bisa diambil secara paksa”. (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, Juz III, hal. 231. Lihat juga Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, Juz. IV, hal, 124 )

Kenapa dipaksa? Karena orang kaya tersebut telah menahan/merampas hak orang miskin, yaitu zakat. Sedangkan orang miskin tidak mampu berbuat apa-apa, sedangkan yang memiliki kekuatan untuk menariknya adalah ulil amr (imam/pemimpin).

Adapun dampak kehidupan akhirat bagi orang yang enggan mengeluarkan zakat lebih dahsyat dari yang mereka dapatkan di dunia. Allah berfirman:

“Dan orang-orag yang menimbun emas dan perak, dan tidak mereka belanjakan di jalan Allah (maksudnya zakat), maka gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At Taubah (9): 34-35)

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Barangsiapa diberi harta oleh Allah, kemudian dia tidak mengeluarkan zakatnya, maka Allah akan menghadapkan dia pada hari kiamat dengan (makhluk) yang ganas dan botak, ia memiliki dua bisa yang akan disemburkan kepadanya pada hari kiamat, lalu menerkamnya dengan dua rahangnya, kemudian ia berkata, “Aku ini hartamu, Aku ini kekayaanmu”. Kemudian Rasulullah membacakan ayat: “Dan sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya mengira, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka, harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat, dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Ali Imran (3): 180)

Perbedaan Zakat dalam Islam dan Agama Lain

Adapun beberapa perbedaan mendasar antara zakat dalam Islam dengan zakat dalam agama-agama lain menurut pengamatan Yusuf Al-Qaradhawy sebagai berikut:

  • Zakat dalam Islam bukan sekedar suatu kebajikan yang tidak mengikat, tapi merupakan salah satu fondamen Islam yang utama dan mutlak harus dilaksanakan.
  • Zakat dalam Islam adalah hak fakir miskin yang tersimpan dalam kekayaan orang kaya. Hak itu ditetapkan oleh pemilik kekayaan yang sebenarnya, yaitu Allah SWT.
  • Zakat merupakan "kewajiban yang sudah ditentukan" yang oleh agama sudah ditetapkan nisab, besar, batas-batas, syarat-syarat waktu dan cara pembayarannya.
  • Kewajiban ini tidak diserahkan saja kepada kesediaan manusia, tetapi harus dipikul tanggungjawab memungutnya dan mendistribusikannya oleh pemerintah.
  • Negara berwenang menghukum siapa saja yang tidak membayar kewajibannya, baik berupa denda, dan dapat dinyatakan perang atau dibunuh.
  • Bila negara lalai menjalankan atau masyarakat segan melakukannya, maka bagaimanapun zakat bagi seorang Muslim adalah ibadat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta membersihkan diri dan kekayaannya.
  • Penggunaan zakat tidak diserahkan kepada penguasa atau pemuka agama (seperti dalam agama Yahudi), tetapi harus dikeluarkan sesuai dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan Al Quran. Pengalaman menunjukan bahwa yang terpenting bukanlah memungutnya tetapi adalah masalah pendistribusiannya.
  • Zakat bukan sekedar bantuan sewaktu-waktu kepada orang miskin untuk meringankan penderitaannya, tapi bertujuan untuk men mencari pangkal penyebab kemiskinan itu dan mengusahakan agar orang miskin itu mampu memperbaiki sendiri kehidupan mereka.
  • Berdasarkan sasaran-sasaran pengeluaran yang ditegaskan Quran dan Sunnah, zakat juga mencakup tujuan spiritual, moral. sosial dan politik, dimana zakat dikeluarkan buat orang-orang mualaf, budak-budak, orang yang berhutang, dan buat perjuangan, dan dengan demikian lebih luas dan lebih jauh jangkauannya daripada zakat dalam agama-agama lain.
Previous
« Prev Post
Add CommentHide

Back Top