Kesuksesan hakiki adalah buah keikhlasan dan kegigihan yang dibangun atas keseimbangan pola pikir religi dan pola pikir logika. Keserasian keduanya dalam jiwa akan menjadi sumber motivasi yang melahirkan semangat tanpa kenal putus asa sehingga melahirkan sosok yang pandai berikhtiar dan bertawakal.
Karena seseorang yakin tanpa keraguan sedikitpun akan kebesaran Allah SWT, kasih saying-Nya, dan kepastian janji-Nya, maka ia bekerja, berusaha dan berkarya sekuat tenaga. Jadi jika seseorang siap dan mau berdoa, belajar, bekerja, bergerak, dan bertawakal, maka niscaya ia akan menjadi insane prestatif dan unggul. Allah berfirman dalam Hadits Qudsi: Inni ‘inda dzanni ‘abdi bi (Sesungguhnya Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku).
Setiap hal yang kita lakukan, harus dibangun di atas dasar optimism akan kuasa Ilahi. Asal yakin gerak kita benar dan baik, lakukan dengan semangat. Perjalanan sejauh 10 km ditempuh berjalan kaki, tak jadi soal jika dilakukan untuk kebaikan, dengan penuh ikhlas dan semangat karena semua itu ada nilainya. Prinsip efektivitas dan efisiensi harus disikapi secara bijak. Jangan menjadi orang minimalis karena salah memahami dan menerapkan prinsip tersebut, tetapi sebaliknya jadilah orang yang maksimalis dalam segala hal; beramal dan berkarya. Kata bijak menyebutkan: Taharrak fa inna fil harakah barakah wa innal barakah ma’alharakah (Bergeraklah karena sesungguhnya dalam gerakan ada barakah dan sesungguhnya barakah bersama setiap gerakan).
Setiap gerakan dalam dinamika hidup ini, harus disertai keselarasan antara pertimbangan religi dan sisi positif-dinamis pertimbangan logika. Ini karena seringkali hasil pola pikir logika bertolak belakang seratus persen dengan pola pikir religi. Secara logis-matematis murni, 1+1=2. Namun, hukum matematis tersebut tidak berlaku pada pola pikir religi karena 1+1 bisa tidak sama dengan 2, melainkan 5, 10, 100, 1000, bahkan tak terhingga.
Oleh sebab itu, kita berpikir tidak hanya dalam kerangka logika saja, tetapi juga memaksimalkan peran pola pikir religi. Misalkan, Fulan mau menikah dengan Fulanah, namun keduanya tidak punya apa-apa. Niat Fulan menikah adalah untuk menghindari dosa dan menjalankan Sunnah Rasul. Secara logika rencana tersebut akan menambah kemiskinan keduanya.
Berbeda dengan pertimbangan religi, niat ikhlas keduanya untuk menikah akan mendatangkan ridha Allah SWT yang selanjutnya membuka rezeki bagi keduanya. Mungkin ada hati saudara atau teman yang terketuk setelah melihat kondisi kedua mempelai tersebut sehingga menawarkan lahan penghidupan dengan mengajar al-Quran.
Fulan dan Fulanah menjadikan al-Quran bukan hanya sebagai lahan penghidupan, melainkan lebih sebagai lahan perjuangan. Mereka berusaha semaksimal mungkin agar para siswa bisa membaca dan memahami isi al-Quran. Kenyataan tersebut membuat Allah SWT semakin ridha sehingga membuka pintu rezeki melalui para wali siswa dan atau lainnya dengan 1001 cara. Inilah bukti bahwa 1+1 tidak sama dengan 2, melainkan lebih dari itu dan berlipat ganda.
Pola pikir religi yang memunculkan keyakinan akan kuasa Ilahi dan pola pikir logika yang mengarahkan mereka kepada ikhtiar manusiawai, telah mengantarkan mereka kedapa kemudahan dan kesuksesan. Kalau kita hanya berpikir secara logika, apa yang mereka alami mustahil terjadi.
Persoalannya, apa yang menyebabkan dua pasangan tadi berharga? Apakah Allah menggerakkan hati orang-orang sekedar membantu Fulan? Tidak. Senyatanya Fulan dan Fulanah mampu mengajar, berkepribadian matang, berakhlak mulia, beretos kerja tinggi, dan taat agama. Kesemuanya merupakan dasar dari kekuatan mereka sehingga memancarkan aura dan daya tarik bagi beragam kebaikan untuk pribadi meraka, teman, masyarakat, dan lingkungan.
Sesuai dengan firman Allah SWT, ittaqullah wa yu’allimukumullah (al-Baqarah:282). Bertakwalah kepada Allah SWT, maka Dia akan mengajarkan kepada kamu sekalian ilmu; dengan atau tanpa perantara. Tanpa direncanakan, ilmu senyatanya berpengaruh sangat besar dalam kehidupan Fulan. Membuat orang-orang berempati kepadanya, berbaik hati kepadanya, berlapang dada memperjuangkannya dan seterusnya. Semuanya datang tanpa sangka dan rekayasa manusiawi. Itulah rahmat Allah SWT yang dianugerahkan kepada mereka yang bertakwa. Rezeki datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Pada kasus ini, otak tidak mampu menalarnya. Karenanya jangan menggantungkan hidup kepada otak saja, tepati kesadaran religi juga harus dioptimalkan.
« Prev Post
Next Post »