Fenomena Hujan Dalam Al-Quran

“Demi langit yang mengandung bujan” (QS. At-Thariq: 11)Ayat tersebut jelas menggambarkan bahwa fenomena alam menjadi perhatian Sang Pencipta dalam firman-firman-Nya. Hujan adalah salah satu fenomena tersebut. Lalu, seperti apa al-Quran menjelaskan hujan?

Harun Yahya dalam salah satu situsnya mengatakan, kata “mengandung hujan” dalam ayat di atas bermakna “mengirimkan kembali air yang naik dari bumi”. Artinya, ada sebuah lapisan di atmosfer yang tak mampu ditembus oleh uap air yang naik. Lapisan tersebut bernama troposfir. Jaraknya sekitar 13 hingga 15 km di atas permukaan laut. Karena tertahan, uap air terkumpul lalu jenuh dan turun kembali sebagai hujan.

Fenomena Hujan dalam Al-Quran

Sebenarnya, jauh sebelum teori seperti ini muncul, banyak penafsir al-Quran yang mencoba mengupas fenomena hujan. Sebut saja misalnya, Imam Burhadudddin Abi Hasan Ibrahim (wafat 885 H), Abi Fadh Syihabuddin (127 H), Abi Hayan al-Andalusy (854 H) dan Alim al-Fadhl (362 H).

Teori mereka hampir sama dengan apa yang dikemukakan Harun Yahya. Sesuai juga dengan apa yang tercantum dalam QS 24 ayat 43 yang artinya, “Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatan olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakannya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkannya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”

Cuma para ulama kala itu tak bisa menjelaskan bagaimana detail komposisi dan proses turunnya hujan. Riset meteorology modernlah yang kemudian melakukannya. Bahwa, proses terbentuknya hujan terbagi atas berbagai tahap. Pertama, pembentukan uap air di atas permukaan laut. Uap air ini kemudian dibawa oleh angin yang bercampur gelembung udara yang tak terhitung jumlahnya.

Tahap kedua, pada saat gelembung-gelembung udara pecah, ribuan partikel kecil berdiameter seperseratus millimeter terlempar ke udara. Partikel-partikel ini dikenal sebagai aerosol, bercampur dengan debu daratan. Selanjutnya dibawa lagi oleh angin menuju lapisan troposfir. Tahap ketiga, aerosol akan bertemu dengan uap air yang dikandung atmosfir, kemudian mengembun dan berubah menjadi butiran-butiran air.

Butiran-butiran bening ini mula-mula berkumpul, lalu membentuk awan, setelah jenuh jatuh ke bumi dalam bentuk hujan.

Hal menarik, ilmu meteorology modern menyebut-nyebut peran angin dalam pembentukan hujan. Al-Quran yang turun berabad-abad sebelumnya juga menyebut peran angin ini.

Simak bunyi surat al-Hijr ayat 22 yang artinya, “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawainkan, dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri kamu minum dengan air itu. Dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.”

Fakta lain ikhwal hujan al-Quran menyebut peran awan. Ini juga sejalan dengan teori meteorology modern. Adakalnya, hujan tak hanya berbentuk air, namum juga butiran-butiran es. Fenomena ini -lagi-lagi- telah dijelaskan dalam al-Quran surat 24 ayat 43 yang artinya, “dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung.”

Ahli meteorology mengatakan hujan es muncul karena awan yang menumpuk-numpuk, membesar, dan berkembang secara vertical. Awan seperti ini disebut cumulonimbus.

Karena besarnya, awan-awan itu menjangkau daerah-daerah yang bersuhu dingin, di mana air dalam suhu tersebut akan membeku. Butiran-butiran air pun berubah menjadi es. Ketika beban semakin berat butiran-butiran tersebut akan jatuh sebagai hujan es.

Awan cumulonimbus berada pada ketinggian 25 ribu sampai 30 ribu kaki (7.620 meter sampai 9.144 meter). Bentuknya persis seperti gunung. Bagian atasnya menjangkau daerah dingin. Persis seperti apa yang disebutkan al-Quran surat 24 ayat 43 tadi.

Previous
« Prev Post
Add CommentHide

Back Top