Ketangguhan Sistem Keuangan Islam

Pertama, Menggerakkan Ekonomi Riil

Ekonomi Islam tidak mengenal dualisme ekonomi yaitu ekonomi yang terdiri dari sektor riil dan sektor keuangan, dimana aktifitasnya didominasi oleh praktik pertaruhan terhadap apa yang akan terjadi pada ekonomi riil. Ekonomi Islam didasarkan pada ekonomi riil. Dengan demikian, semua aturan ekonomi Islam memastikan agar perputaran harta kekayaan tetap berputar secara luas.

Ekonomi Islam

Larangan terhadap adanya bunga (riba) bisa dipraktikan dengan melakukan investasi modal di sektor ekonomi rill, karena penanaman modal di sektor lain (non riil seperti pasar uang maupun pasar modal) dilarang dalam syariah . Kalaupun masih ada yang berusaha menaruh sejumlah modal sebagai tabungan atau simpanan di bank (yang tentunya juga tidak akan memberikan bunga), modal yang tersimpan tersebut juga akan dialirkan ke sektor riil bisa dalam bentuk kerjasama (syirkah Inan, Abdan, Mudharabah, Wujuh, Mufawadhah) , sewa menyewa maupun transaksi perdagangan halal di sektor riil lainnya.

Walhasil, tiap individu yang memiliki lebih banyak kelebihan uang bisa ia investasikan di sektor ekonomi riil, yang akan memiliki efek berlipat karena berputarnya uang dari orang ke orang yang lain. Keberadaan bunga, pasar keuangan, dan judi secara langsung adalah faktor-faktor yang menghalangi perputaran harta.

Kedua, Menciptakan Stabilitas Keuangan Dunia

Dengan diterapkannya sistem keuangan Islam (mata uang Islam dinar dan dirham, larangan riba dan penerapan ekonomi berbasis sektor riil yang melarang spekulatif di pasar keuangan derivatif ) akan tercipta stabilitas keuangan dunia. Setelah lebih dari 14 abad daya beli/nilai tukar Dinar memiliki nilai yang tetap. Hal ini terbukti dengan daya beli 1 Dinar pada zaman Rasulullah SAW yang bisa ditukarkan dengan 1 ekor kambing. Pada saat inipun 1 Dinar dapat ditukarkan dengan 1 ekor kambing (1 Dinar sekarang sekitar Rp 800.000) (Iqbal, 2007, hal. 55).

Ketiga, Tidak Mudah Diintervensi Asing/Mandiri

Negara yang menerapkan sistem keuangan Islam secara komprehensif -sebagaimana telah diuraikan– harus melaksanakan politik swasembada; mengurangi (meminimkan) impor; menerapkan strategi substitusi terhadap barang-barang impor dengan barang-barang yang tersedia di dalam negeri; serta meningkatkan ekspor komoditas yang diproduksi di dalam negeri dengan komoditas yang diperlukan di dalam negeri ataupun menjualnya dengan pembayaran dalam bentuk emas dan perak. atau dengan mata uang asing yang diperlukan untuk mengimpor barang-barang dan jasa yang dibutuhkan.

Dengan kondisi negara yang menerapkan sistem keuangan Islam global yang komprehensif menjadikan negara kuat dan mandiri. Niscaya hal tersebut akan menjadikan negara tidak mudah diintervensi oleh pihak asing.

Keempat, Tidak Menzalimi

Editor Khilafah Magazine (2006) menceritakan peristiwa pada masa Khalifah Umar bin Khathtab, jazirah arab dilanda musim paceklik berkepanjangan sehingga penduduk daerah itu membutuhkan bahan makanan dalam jumlah besar. Ketika Amirul Mukminin Umar bin Khathtab meminta bantuan gubernur Amru bin Ash yang berada di daerah Afrika, respon Al-Ash terlihat dari suratnya yang isinya memberitahukan kepada Khalifah bahwa ia telah mengirimkan unta (yang memuat bahan makanan) yang (jumlahnya ibarat) rombongan pertamanya ada di Khalifah (Madinah), sedangkan rombongan terakhirnya ada di Al-Ash (Mesir, Afrika). Pada masanya, di Yaman, misalnya, Muadz bin Jabal sampai kesulitan menemukan seorang miskin pun yang layak diberi zakat. Pada masanya, Khalifah Umar bin al-Khaththab mampu menggaji guru di Madinah masing-masing 15 dinar (sekitar Rp 8,5 juta/bulan).

Sebaliknya, ketika masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Yahya bin Saad diutus Khalifah untuk mendistribusikan dana zakat di kas negara (baitul mal) untuk rakyat Afrika Utara namun beliau tidak menemukan seorang pun fakir miskin yang berhak menerima zakat dari kas negara itu .Peristiwa ini menggambarkan bahwa di dalam sejarah sistem Islam (diterapkannya sistem keuangan Islam) dalam naungan khilafah, tidak ada penduduk Afrika yang fakir-miskin, tidak pernah ada yang terdzalimi.

Previous
« Prev Post
Add CommentHide

Back Top