Emas dan Perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara' mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain. Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara' atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut.
Maka dalam pembahasan mengenai zakat emas dan perak perlu dibedakan antara emas dan perak sebagai perhiasan atau sebagai uang (alat tukar). Sebagai perhiasan juga dapat dibedakan antara perhiasan wanita dan perhiasan lainnya (ukiran, souvenir, perhiasan pria dll).
Emas dan Perak sebagai Uang
Emas-perak telah sejak lama juga pada zaman Rasulullah digunakan sebagai alat tukar (uang), yaitu uang emas (dinar) dan uang perak (dirham). Kedua mata uang ini mereka peroleh dari kerajaan-kerajaan tetangga yang besar, dinar banyak digunakan penduduk kerajaan Romawi Bizantinum sedangkan dirham pada kerajaan Persia.
Adapun ayat 34-35 surat At Taubah: "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu".
Ayat ini condong pada maksud E&P dalam artian uang karena ia merupakan sesuatu yang dapat diinfakkan dan alat yang dipakai langsung untuk itu. Ancaman Allah dijumpai dalam dua hal yaitu; penyimpanannya, dan tidak diinfakkannya pada jalan Allah. Ini dianggap tidak "tidak berzakat".
Beberapa hadits juga menjelaskan dengan makna yang sama. Sabda Nabi saw. lain yang berbunyi, "Tidak seorang pemilik emas dan perak pun yang tidak melaksanakan haknya (zakatnya) kecuali pada hari kiamat nanti emas dan perak tersebut akan dijadikan lempengan-lempengan api yang dipanaskan dalam neraka Jahanam kemudian akan disetrikakan ke sisi tubuhnya, keningnya dan punggungnya."
(H.R. Muslim), dan hadist lain yang artinya “Harta yang telah dibayarkan zakatnya tidak lagi dinamakan harta simpanan (kanzun)."
(H.R. Hakim yang disahihkan oleh Zahabi)
Hikmah Wajib Zakat Uang Sesungguhnya kepentingan uang adalah untuk bergerak dan beredar, maka dimanfaatkanlah oleh orang-orang yang mengedarkannya. Sebaliknya penyimpanan dan pemendamannya akan menyebabkan tidak lakunya pekerjaan, merajalelanya pengangguran, matinya pasar-pasar, dan mundurnya kegiatan perekonomian secara umum. Oleh karenanya pewajiban zakat bagi pemilik uang (yang sudah sampai nisab) baik yang dikembangkan maupun tidak adalah merupakan langkah kongkrit yang patut diteladani.
Besarnya Zakat Uang
Tidak terdapat perbedaan pendapat ulama dalam hal besarnya zakat uang ini yaitu 2.5 persen. Yusuf Al-Qaradhawy juga membantah keras beberapa peneliti dewasa ini yang menganjurkan agar besar zakat ini ditambah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangaan keadaan. Alasan yang dikemukakan antara lain : Hal tersebut bertentangan dengan nash yang jelas; bertentangan dengan ijmak ulama; bahwa zakat adalah kewajiban, karena itu harus mempunyai sifat yang tetap, kekal dan utuh; adapun kebutuhan dana bagi negara dewasa ini dapat diatasi dengan pengadaan pajak lain disamping zakat.
Nisab Uang
Emas simpanan dikenakan zakat baik berupa mata uang atau batangan asal dalam simpanan telah cukup satu tahun (haul) dan jumlahnya cukup senisab (yaitu 20 dinar atau kurang lebih 85 gram emas) zakatnya 2,5 persen. Perak simpanan juga dikenakan zakat, baik berupa mata uang atau batangan yang dalam simpanan telah cukup satu tahun (haul) dan jumlahnya cukup senisab (yaitu 200 dirham, sama dengan 27 7/9 real Mesir, atau lebih kurang 672 gram perak). Akan tetapi bila masing-masing kurang dari senisab tidak perlu dikumpulkan agar menjadi senisab yang kemudian dikeluarkan zakatnya. Misalnya seorang yang mempunyai simpanan 10 dinar emas, (setengah nisab) dan 100 dirham perak (setengah nisab) tidak dikenakan zakat pada kedua-duanya. Demikian disebutkan dalam Fikhussunah jilid I halaman 340: "Barang siapa memiliki emas kurang dari senisab dan memiliki perak demikian juga, maka kedua benda itu tidak usah dikumpulkan agar menjadi senisab, karena jenisnya berbeda seperti sapi dengan kambing. Jadi jika ada seorang memiliki 199 dirham perak dan 19 dinar emas maka benda itu tidak dizakati.."
Adapun nisab untuk uang kertas dan surat-surat berharga lain ditetapkan setara dengan 85 gram emas, dengan pertimbangan nilai emas jauh lebih stabil dari pada perak.
Menurut mazhab Hanafiah emas dapat digunakan untuk melengkapi nisab perak yang ada, yaitu harganya bukan bendanya. Sehingga dihitung harga emas yang ada sesuai perbandingan dengan nisabnya kemudian dihitung pula harga perak yang ada, bila sudah mencapai nisab, maka harus dizakati. Karena pengertian "kaya" telah terwujud dengan memiliki nilai sebesar nisab. Begitu juga halnya dengan komoditas perdagangan lain harus digabungkan dengan emas dan perak yang ada untuk melengkapi nisab. Nisab uang, baik uang kertas dan uang logam, dihitung berdasarkan emas, yaitu yang sama dengan harga 85 gram emas murni. Yang dimaksud dengan emas murni ialah yang masih berupa batangan dengan kadar karat 99,9% sesuai dengan harga pada waktu mencapai haul di negeri si pembayar zakat.
Zakat Emas dan Perak yang Non Uang
Manusia sering menggunakan emas-perak selain untuk perhiasan yang diperbolehkan oleh syara' juga untuk perhiasan yang tidak diperbolehkan. Perhiasan yang dihalalkan adalah untuk kaum wanita dalam batas yang tidak berlebihan, dan juga perak untuk pria. Adapun banyak penggunaan emas dan perak di kalangan masyarakat yang tidak dibenarkan oleh syara' yaitu berupa barang seperti; bejana-bejana, patung dan benda seni lainnya, dll, yang pada hakekatnya emas-perak tersebut adalah berupa simpanan yang tidak beredar di kalangan masyarakat.
Perhiasan yang tidak wajib dizakati adalah perhiasan yang dipakai dan dimanfaatkan. Adapun yang dijadikan sebagai benda simpanan, maka hal itu wajib dizakati. Karena pada hakekatnya simpanan emas-perak ini mempunyai potensi untuk dikembangkan.
Kesimpulan Untuk Masalah Emas-Perak:
- Kekayaan dari emas-perak yang digunakan sebagai simpanan adalah wajib dikeluarkan zakatnya.
- Jika kekayaan emas-perak tersebut untuk dipakai seseorang, maka hukumnya dilihat pada macam penggunaannya; jika penggunaannya bersifat haram seperti untuk bejana-bejana emas atau perak, patung-patung maka wajib dikeluarkan zakatnya.
- Diantara pemakaian perhiasan yang diharamkan adalah yang ada unsur berlebih-lebihan dan menyolok oleh seorang perempuan.
- Jika perhiasan tersebut digunakan untuk hal yang mubah seperti perhiasan perempuan yang tidak berlebih-lebihan, serta cincin perak untuk laki-laki, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya, karena perhiasan tersebut merupakan harta yang tidak berkembang (tidak memenuhi syarat harta yang wajib zakat), dan juga merupakan salah satu di antara kebutuhan-kebutuhan manusia.
- Tidak ada perbedaan antara perhiasan mubah tersebut dimiliki oleh seseorang untuk dipakainya sendiri atau dipinjamkan kepada orang lain.
- Yang wajib dizakati dari perhiasan yang tidak dibenarkan syara' (bejana, patung dll) adalah sebesar ukuran mata uang dan dikeluarkan zakatnya sebanyak 2.5% setiap tahun dengan hartanya yang lain jika memiliki.
- Hal ini dengan syarat telah mencapai nisab atau bersama dengan hartanya yang lain memenuhi nisab, yaitu 85 gram emas, yaitu nilainya dan bukan ukurannya (karena Nilai dan Ukuran kadang berbeda, sebuah patung emas atau perak bisa mempunyai nilai jual berlipat lipat dari harga emas/perak bahan baku pembuatannya).
« Prev Post
Next Post »