Salah satu tujuan khusus perekonomian pada awal perkembangan Islam adalah penginvestasian tabungan yang dimiliki masyarakat. Hal ini diwujudkan dengan dua cara, yaitu mengembangkan peluang investasi yang legal dan sesuai syariah dan mencegah kebocoran atau penggunaan tabungan untuk tujuan yang tidak syariah. Pengembangan investasi dapat melalui kerjasama, qardul hasan, infaq dan wakaf.
Menurut Sadr (1989) pengembangan peluang investasi yang legal dan sesuai syariah dilakukan dengan mengadopsi sistem investasi konvesional yang kemudian disesuaikan sehingga pihak surplus (pemegang tabungan) dan entrepreneurs dapat bekerja sama dengan ex-ante agreement share yang menghasilkan nilai tambah. Karena kegiatan utama ekonomi adalah jasa, agricultural, perdagangan dan kerajinan tangan, bentuk hokum yang sesuai untuk semua kegiatan ini adalah mudarabah, muzara’ah, musyakat dan musyarakah. Tabungan yang dimiliki masyarakat dialokasikan untuk perdagangan dan kerajinan tangan, sedangkan aset fisik seperti tanah, mesin, dll. Digunakan untuk agricultural. Atas dorongan dan bimbingan Rasulullah kaum Muhajirin dan Al-Anshar siap untuk bekerjasama dengan pembagian kepemilikian 50%-50%. Mengingat kaum Muhajirin yang “kurang” dalam hal modal dan skill yang menyangkut agricultural dan perdagangan, bagian kepemilikan yang mereka terima tidak sesuai dengan nilai pastisipasi yang mereka kontribusikan. Melalui kontrak kerjasama ini, kaum Anshar mengajarkan skill yang dibutuhkan, sehingga produktivitas meningkat. Bagi pemilik modal, bentuk kerjasama seperti ini sangat menguntungkan karena mereka dapat terlibat secara langsung dalam proses investasi. Pengalaman, informasi, serta metode supervisi dan manajemen yang mereka miliki secara langsung dapat diterapkan. Dalam kerjasama ini, resiko usaha ditanggung oleh kedua pihak. Pengalaman dan informasi yang diperoleh peserta kemudian diinformasikan kepada masyarakat luas untuk menarik mereka dalam kerjasama serupa. Lambat laun, informasi yang sempurna dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat akan dapat mengurangi risiko investor dalam menjalankan usahanya. Selain pendapatan yang diterima, informasi dan metode administrasi perdagangan/ekonomi yang mereka dapatkan menjadi daya tarik tersendiri buat masyarakat untuk melakukan investasi.
Pada awal masa keislaman, pemerintah dengan berbagai cara menyediakan fasilitas yang berorientasi investasi untuk masyarakat. Pertama, memberikan berbagai kemudahan bagi produsen untuk berproduksi. Kedua, memberikan keuntungan pajak terutama bagi unit produksi baru. Metode perpajakan Islam tidak membahayakan insentif aktivitas ekonomi karena penarikan pajak dilakukan secara proporsional terhadap keuntungan; pendapatan sewa dan quasi-rent yang didapatkan dari kegiatan usaha sehingga tidak mengurangi insentif dan efisiensi produsen. Ketiga, meningkatkan efisiensi produksi sektor swasta dan peran serta masyarakat dalam berinvestasi. Hal ini dilakukan dengan memperkenalkan teknik produksi dan keahlian baru kepada kaum muslim.
Strategi Pengembangan Bisnis Perbankan Syariah
Strategi pengembangan industri perbankan syariah seharusnya didukung oleh dua pihak. Regulator dan juga pelaku bisnis Syariah. Dalam hal ini bank induk yang memiliki anak perusahaan syariah.
Pertama, untuk regulator dalam hal ini BI, harus melihat dan membuat kebijakan pengembangan perbankan syariah secara efisien, memberikan syariah service excellent, dan berkontribusi bagi perekonomian nasional. Untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi hal-hal yang bisa dilakukan oleh BI antara lain bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi untuk melakukan penilitian dan mempersiapkan kurikulum dalam mengembangkan SDM berkualitas tinggi yang tidak hanya paham ilmu fiqh tetapi juga mendalami ilmu perbankan dan keuangan.
Selain itu regulasi dan supervsi yang efektif harus dijalankan dan juga aliansi strategis yang berupa working group dengan beberapa pihak seperti Ikatan Akuntansi Indonesia dan Dewan Syariah Nasional agar dapat berjalan dengan baik sehingga inovasi dan pengembangan produk perbankan Syariah dapat berjalan dengan cepat dan efektif.
Selain dari pada itu untuk mendorong investor asing agar tertarik menamkan modalnya di sektor keuangan Syariah Indonesia diperlukan kerja sama dengan Dirjen Perpajakan agar tidak hanya memberikan kebijakan pajak yang mendukung saja. Tetapi, juga menyiapkan instrumen-instrumen investasi syariah yang menarik serta payung hukum yang kuat agar investor asing merasa nyaman untuk berinvestasi di sektor keuangan syariah nasional.
Sosialisasi kepada masyarakat tentang produk-produk syariah serta pengembangan infratruktur dan network yang merata dapat diinisiasi oleh BI melalui kebijakan dan inisiatif strategis. Agar hal ini bisa diimplementasikan kepada pelaku bisnis syariah sehingga fasilitas perbankan syariah ini bisa menjangkau masyarakat luas di seluruh Indonesia.
Kedua, dukungan dari perusahaan induk yang memiliki anak perusahaan syariah juga tidak kalah pentingnya. Dalam hal ini mengambil contoh komitmen Bank Mandiri sebagai perusahaan induk dalam mengembangkan Bank Syariah Mandiri (BSM). Bank Mandiri tidak melihat BSM sebagai kompetitor tetapi melihatnya sebagai mitra dengan tumbuhnya BSM menjadi pemain besar di perbankan nasional. Ini juga akan berdampak secara positif untuk bank induknya.
Bank Mandiri memang tidak setengah-setengah dalam mengembangkan anak perusahaannya ini. BSM merupakan salah satu anak perusahaan Mandiri yang menyumbangkan laba terbesar yang mencapai Rp 360 miliar per oktober 2010. Selain itu suntikan modal terus diberikan untuk menjaga CAR BSM di atas 12%, dan Bank Mandiri mempunyai harapan dan visi yang besar kepada BSM di dalam corporate plannya.
Hal ini disampaikan oleh Bapak Sunarso, Direktrur Commercial & Business Banking Bank Mandiri yang juga mensupervisi BSM pada acara seminar akhir tahun perbankan syariah 2010 di BI. "BSM boleh tumbuh menjadi bank besar tetapi tidak boleh mengalahkan induknya", lanjut beliau dengan disertai tawa dan tepuk tangan dari peserta seminar.
Industri perbankan syariah ke depannya akan lebih sukses dan akan menunjukkan pertumbuhan dan performance yang lebih significant. Dengan catatan regulator harus terus membuat kebijakan yang supportive dan juga beberapa perusahaan induk yang memiliki bisnis perbankan syariah untuk tetap berkomitmen secara serius dalam membuat strategi pengembangan seperti contoh kasus Bank Mandiri sebagai benchmark.
Tantangan yang Dihadapi
Ke depannya masih banyak tantangan yang dihadapi industi perbankan Syariah Nasional. Walaupun pertumbuhan dan performance dalam segi pendanaan dan pembiayaan terbilang cukup tinggi namun total aset perbankan syariah masih terbilang cukup kecil.
Pada bulan Oktober 2010 total aset perbankan syariah masih sekitar 3.1% terhadap total aset industri perbankan nasional. Dalam hal ini kita masih boleh dibilang tertinggal cukup jauh dari negara tetangga kita Malaysia yang di tahun 2010 total aset perbankan syariah di negeri jiran ini sudah mencapai 20% terhadap total aset perbankan nasional.
Bagaimana Malaysia bisa cukup agresif dalam mengembangkan industri perbankan syariahnya. Hal ini tidak luput dari government support. Approach top-down yang digunakan oleh kerajaan Malaysia membuat perbankan Syariah mereka maju dengan pesat. Hampir 85% dari DPK berasal dari dana pemerintah, korporasi, dan lembaga keuangan.
Di Indonesia peran pemerintah dan BUMN dalam menopang penghimpunan dana bank syariah tidak signifikan. Sebagian besar dana pihak ketiga berasal dari individu dan perusahaan yang tidak terafiliasi dengan pemerintah. Bila kita bandingkan antara jumlah dana pihak yang tidak terafiliasi pemerintah di bank syariah Malaysia dan jumlah dana pihak yang tidak terafiliasi pemerintah di bank syariah Indonesia ternyata Indonesia masih lebih baik.
Dari sisi ini Indonesia patut mendapat gelar the real market leader. Itu sebabnya customer base bank syariah di Indonesia sangat luas. Mencapai lima juta nasabah. Begitu pula dengan customer base asuransi syariah yang mencapai 3,5 juta pemegang polis dan 500 ribu investor reksa dana Syariah. Dengan total 9 juta nasabah Indonesia menjadi negara dengan customer base terbesar di dunia. Jumlah ini sama dengan dua kali lipat total penduduk Singapura dan sama dengan total penduduk Malaysia yang beragama Islam yang telah akil balig.
Luasnya dukungan masyarakat terhadap keuangan syariah menunjukkan kekuatan pasar yang sesungguhnya. Dari sisi ini Indonesia juga patut menyandang gelar the real market leader. Peluang untuk mengembangkan industri perbankan syariah di negeri ini sangat besar dan bukanlah hal yang mustahil untuk mejadikan Indonesia sebagai World's Islamic Financial Hub menyaingi Malaysia, Middle East Countries, bahkan juga London serta Singapore yang juga berambisi untuk menjadi World's Islamic Financial Hub.
Ada pun tantangan lainnya seperti Produk Development khususnya produk treasury dan investasi yang relatif tertinggal. Bisnis yang masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (pembiayaan 46%, pendanaan 45%), persepsi pencari kerja terhadap peluang karir di bank syariah lebih rendah, serta mismatch kebutuhan tenaga kerja Syariah yang siap pakai, seharusnya menjadi pertimbangan regulator dan juga pelaku bisnis perbankan syariah agar dapat duduk bersama-sama untuk mencari solusi yang efektif.
« Prev Post
Next Post »