Kekayaan Wajib Zakat

Ada 2 syarat wajib zakat, yaitu yang pertama menyangkut orang dan yang kedua berkenaan dengan harta. Syarat yang berkenaan dengan orang yang wajib zakat, para ulama bersepakat bahwa mengeluarkan zakat itu wajib atas setiap muslim yang sudah baligh --dan berakal dan tidak wajib atas non muslim-- karena zakat adalah salah satu rukun Islam. Ini berdasar pesan Rasulullah saw. kepada Mua’dz bin Jabal saat mengutusnya ke Yaman, “… beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat yang diambil dari para orang kaya dan dibagikan kepada para orang fakir.” (muttafaq alaih). Artinya zakat adalah kewajiban yang tidak diwajibkan kepada seseorang sebelum masuk Islam. Meskipun zakat itu adalah kewajiban sosial yang dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat, tetapi saja zakat merupkan ibadah dalam Islam. Dan makna ibadah inilah yang lebih dominann sehingga tidak diwajibkan atas non muslim.

Kekayaan Yang Wajib Zakati

Akan tetapi para ulama berbeda pendapat dalam masalah harta yang dimiliki oleh anak kecil atau orang gila.

Imam Abu Hanifah berpandangan tidak ada kewajiban zakat atas harta yang dimiliki anak kecil atau orang gila, kecuali untuk tanaman, buah-buahan, karena keduanya merupakan harta yang nampak oleh umum.
Imam yang tiga --Malik, Syafi’i, dan Ahmad-- berpandangan bahwa harta yang dimiliki anak kecil ataupun orang gila memiliki kewajiban zakat, baik harta yang terlihat secara umum maupun yang tidak. Dan ini adalah pandangan jumhur ulama dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabiin, serta generasi setelah mereka.

Dalil ulama yang menyatakan zakat tidak wajib atas harta orang gila dan anak kecil:

  1. Firman Allah “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka sebagai pembersih dan pensuci jiwa”. Sedangkan anak-anak dan orang gila, keduanya tidak memiliki dosa, maka untuk alasan apa zakat tetap wajib ditunaikan atas mereka?
  2. Hadits dalam sunan Abu Daud dan Nasa’i, dengan sanad yang shahih, dari Ali ibn Abi Thalib, bahwasannya Nabi SAW bersabda, “Pena diangkat dari kelompok manusia: anak-anak hingga menginjak baligh; orang yang tidur hingga ia bangun dari tidurnya; dan orang gila hingga ia waras.” Yang menyatakan pena terangkat atas orang yang bukan mukallaf adalah syariat dan syariatpun tidak memberikan beban perintah atau larangan kepada mereka.
  3. Zakat adalah ibadah murni, seperti shalat. Dan ibadah-ibadah sasaran perintahnya adalah orang yang sudah mukallaf, adapaun bukan mukallaf tidak ada beban syariat sedikitpun.
  4. Islam menjaga dan memelihara harta orang-orang lemah bahkan komitmen untuk mengembangkannya dan tidak mengutak-utiknya kecuali apabila ada cara yang lebih baik. Dan mengambil zakat dari harta mereka tahun demi tahun akan menjadikannya menipis, maka itu akan mengurangi pemenuhan kebutuhan dan menutup kefakiran mereka.
Adapun dalil ulama yang menyatakan tetap dikenakan zakat walaupun harta tersebut milik anak-anak atau orang gila, adalah:
  1. Nash ayat-ayat dan hadits yang shahih, berdasarkan keumumannya, menunjukkan wajibnya zakat, secara umum, atas harta orang kaya, tidak ada perkecualian sedikitpun, baik harta milik anak-anak atau orang gila. Sebab, anak-anak dan orang gila, tetap masuk dalam kategori “ambillah zakat dari harta mereka”, jika kedua kelompok itu adalah orang kaya.
  2. Hadits Amr ibn Syuaib dalam riwayat Tirmidzi, dimana Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang diamanahi anak yatim, dan anak itu memiliki harta, maka hendaklah ia menggunakannya untuk berniaga dan tidak menimbunnya saja, agar tidak termakan oleh zakat.”
  3. Dalam riwayat Imam Syafi’i, Rasulullah SAW bersabda, “Carilah kesempatan dari harta anak yatim (dengan diberniagakan), jangan menghabiskannya dengan zakat.”
  4. Hadits riwayat Thabraniy dari Anas, Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah kalian memberniagakan harta anak yatim, jangan membiarkannya termakan oleh zakat.” Sanadnya shahih. Dan yang menyatakan perwajiban zakat atas harta anak yatim, adalah Umar ibn Al-Khaththab, Ali, Ibn Umar, Aisyah, dan Jabir, radhiyallahu anhum, dan tidak didapati ada penentangan dari para sahabat yang lainnya. Maka, ini bisa difahami sebagai ijma’ (kesepakatan shahabat).
  5. Tujuan dari zakat adalah menghilangkan jurang antara orang fakir dengan orang kaya. Dan harta yang dimiliki oleh anak yatim atau orang gila, posisinya sama dalam masalah ini.
  6. Anak-anak dan orang gila, berkenaan dengan harta mereka, memiliki kewajiban yang sama terhadap hak-hak orang lain. Ini adalah sepakat. Maka, zakat tetap diwajibkan atas harta mereka sebagaimana harta kelompok manusia lainnya.

Kekayaan Wajib Zakat

Kekayaan (amwal) merupakan bentuk jamak dari mal dan mal bagi orang Arab, yang dengan bahasanya Quran diturunkan, adalah "Segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia menyimpan dan memilikinya" Oleh karena itu ensiklopedi-ensiklopedi di Arab, misalnya Al-Qamus dan Lisan al-Arab, mengatakan bahwa kekayaan adalah segala sesuatu yang dimiliki; namun orang-orang desa sering menghubungkannya dengan ternak dan orang-orang kota sering menghubungkannya dengan emas dan perak, tetapi semuanya adalah kekayaan.

Ibnu Asyr mengatakan, "kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki". Menurut mazhab Hanafi, kekayaan adalah segala sesuatu yang dapat dipunyai dan digunakan menurut galibnya. Kekayaan hanya bisa disebut kekayaan apabila memenuhi dua syarat, dipunyai dan bisa diambil manfaatnya menurut galibnya.

Kekayaan hanya bisa disebut kekayaan apabila memenuhi dua syarat yaitu : dipunyai dan bisa diambil manfaatnya. Inilah definisi yang paling benar menurut Yusuf Al-Qaradhawy dari beragam definisi yang dijumpai. Terdapat 7 syarat untuk suatu kekayaan terkena wajib zakat:

  • Milik penuh
  • Berkembang
  • Cukup senisab
  • Lebih dari kebutuhan biasa
  • Bebas dari hutang
  • Berlalu setahun
  • Baik dan Halal

Syarat Pertama: Milik Penuh

Kekayaan pada dasarnya adalah milik Allah. Yang dimaksud pemilikan disini hanyalah penyimpanan, pemakaian, dan pemberian wewenang yang diberikan Allah kepada manusia, sehingga sesorang lebih berhak menggunakan dan mengambil manfaatnya daripada orang lain.

Istilah "milik penuh" maksudnya adalah bahwa kekayaan itu harus berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaannya. Dengan kata lain, kekayaan itu harus berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dapat ia pergunakan dan faedahnya dapat dinikmatinya.

Adapun yang menjadi alasan penetapan syarat ini adalah:

  1. Bahwasannya di dalam Alqur’an Allah telah menetapkan kepemilikan yang jelas dalam mengeluarkan zakat dengan menyebutkan “harta mereka” atau “harta kamu”. Seperti firman Allah dalam surah Al Ma’arij ayat 24-25 dan surat At-Taubah ayat 103. Disamping alasan dari Al Qur’an, ada juga hadits yang menerangkan hal yang sama, yaitu hadits dari Mu’az Bin Jabal, ketika Rosulullah mengutusnya ke Yaman, beliau bersabda kepadanya : “…. Maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah mewajibkan pada harta mereka zakat, yang diambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir dari mereka.”
  2. Zakat adalah pemberian kepemilikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah dalam surat At-Taubah ayat 60, dan pemberian kepemilikan haruslah ada unsur memiliki, karena bagaimana mungkin seseorang memberikan kepemilikan kepada orang lain, sedangkan ia sendiri bukanlah pemiliknya.

Konsekwensi dari syarat ini tidak wajib zakat bagi:

  • Kekayaan yang tidak mempunyai pemilik tertentu
  • Tanah waqaf dan sejenisnya
  • Harta haram. Karena sesungguhnya harta tersebut tidak syah menjadi milik seseorang
  • Harta pinjaman. Dalam hal ini wajib zakat lebih dekat kepada sang pemberi hutang (kecuali bila hutang tsb tidak diharapkan kembali). Bagi orang yang meminjam dapat dikenakan kewajiban zakat apabila dia tidak mau atau mengundur-undurkan pembayaran dari harta tsb, sementara dia terus mengambil manfaat dari harta tsb. Dengan kata lain orang yang meminjam telah memperlakukan dirinya sebagai "si pemilik penuh".
  • Simpanan pegawai yang dipegang pemerintah (seperti dana pensiun). Harta ini baru akan menjadi milik penuh di masa yad, sehingga baru terhitung wajib zakat pada saat itu.

Syarat Kedua: Berkembang

Pengertian berkembang yaitu harta tersebut senantiasa bertambah baik secara konkrit (ternak dll) dan tidak secara konkrit (yang berpotensi berkembang, seperti uang, emas, dan aksesoris-aksesoris mewah apabila diinvestasikan).

Nabi tidak mewajibkan zakat atas kekayaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi seperti rumah kediaman, perkakas kerja, perabot rumah tangga, binatang penarik, dll. Karena semuanya tidak termasuk kekayaan yang berkembang atau mempunyai potensi untuk berkembang. Dengan alasan ini pula disepakati bahwa hasil pertanian dan buah-buahan tidak dikeluarkan zakatnya berkali-kali walaupun telah disimpan bertahun-tahun.

Dengan syarat ini pula, maka jenis harta yang wajib zakat tidak terbatas pada apa yang sering diungkapkan sebahagian ulama yaitu hanya 8 jenis harta (unta, lembu, kambing, gandum, biji gandum, kurma, emas, dan perak). Semua kekayaan yang berkembang merupakan subjek zakat.

Syarat Ketiga: Cukup Senisab

Nishab adalah batasan antara apakah kekayaan itu wajib zakat atau tidak. Jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nishab, maka kekayaan tersebut wajib zakat, jika belum mencapai nishab, maka tidak wajib zakat. Batasan nishab itu sendiri antara sumber zakat yang satu dengan sumber zakat lainnya berbeda satu sama lain. Seperti nishab zakat pertanian adalah lima wasaq, nishab zakat emas dua puluh dinar, nishab zakat perak dua ratus dirham, nishab zakat perdagangan dua puluh dinar dan sebagainya.

Disyaratkannya nisab memungkinkan orang yang mengeluarkan zakat sudah terlebih dahulu berada dalam kondisi berkecukupan. Tidaklah mungkin syariat membebani zakat pada orang yang mempunyai sedikit harta dimana dia sendiri masih sangat membutuhkan harta tsb. Dengan demikian pendapat yang mengatakan hasil pertanian tidak ada nisabnya menjadi tertolak.

Menurut jumhur ulama, nishab adalah salah satu syarat kekayaan wajib zakat. Berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhori dari Abu Said bahwa Rosulullah bersabda: “Tidak wajib zakat pada tanaman kurma yang kurang dari lima ausaq. Tidak wajib zakat dari perak yang kurang dari lima awaq, tidak wajib zakat pada unta yang kurang dari lima ekor.”

Disamping itu Rasulullah juga bersabda: “Zakat hanya dibebankan atas orang kaya” Riwayat Bukhori. Dan nishab merupakan batasan orang kaya yang wajib zakat, dan orang miskin yang tidak wajib zakat.

Syarat Keempat: Lebih dari Kebutuhan Biasa

Kebutuhan adalah merupakan persoalan pribadi yang tidak bisa dijadikan patokan besar-kecilnya. Adapun sesuatu kelebihan dari kebutuhan itu adalah bagian harta yang bisa ditawarkan atau diinvestasikan yang dengan itulah pertumbuhan/ perkembangan harta dapat terjadi.

Kebutuhan harus dibedakan dengan keinginan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan rutin, yaitu sesuatu yang betul-betul diperlukan untuk kelestarian hidup; seperti halnya belanja sehari-hari, rumah kediaman, pakaian, dan senjata untuk mempertahankan diri, peralatan kerja, perabotan rumah tangga, hewan tunggangan, dan buku-buku ilmu pengetahuan untuk kepentingan keluarga (karena kebodohan dapat berarti kehancuran).

Kebutuhan ini berbeda-beda dengan berubahnya zaman, situasi dan kondisi, juga besarnya tanggungan dalam keluarga yang berbeda-beda. Persoalan ini sebaiknya diserahkan kepada penilaian para ahli dan ketetapan yang berwewenang.

Zakat dikenakan bila harta telah lebih dari kebutuhan rutin. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah ayat 219: “….dan mereka bertanya kepadamu tentang apa yang akan mereka nafkahkan. Katakanlah : ‘yang lebih dari keperluan’…” dan juga hadits "zakat hanya dibebankan ke atas pundak orang kaya", dan hadits-hadits lainnya.

Syarat ke lima: Bebas dari Hutang

Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat haruslah lebih dari kebutuhan primer, dan cukup pula senisab yang sudah bebas dari hutang. Bila jumlah hutang akan mengurangi harta menjadi kurang senisab, maka zakat tidaklah wajib.

Jumhur ulama berpendapat bahwa hutang merupakan penghalang wajib zakat. Namun apabila hutang itu ditangguhkan pembayarannya (tidak harus sekarang juga dibayarkan), maka tidaklah lepas wajib zakat (seperti halnya hutang karena meng-kredit sesuatu).

Syarat ke enam: Berlalu Setahun

Maksudnya bahwa pemilikan yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas bulan Qomariyah. Menurut Yusuf Al-Qaradhawy, persyaratan setahun ini hanyalah buat barang yang dapat dimasukkan ke dalam istilah "zakat modal" seperti: ternak, uang, harta benda dagang, dll. Adapun hasil pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia (barang tambang), harta karun, dll yang sejenis semuanya termasuk ke dalam istilah "zakat pendapatan" dan tidak dipersyaratkan satu tahun (maksudnya harus dikeluarkan ketika diperoleh).

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para shahabat dan tabi'in mengenai persyaratan "berlalu setahun" ini. Penetapan syarat haul ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ali Bin Abi Thalib, bawasannya Rosulullah bersabda: “Jika anda memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu waktu satu tahun, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak lima dirham. Anda tidak mempunyai kewajiban apa-apa hingga anda hingga anda memiliki dua puluh dinar dan telah berlalu waktu satu tahun, dan anda harus berzakat sebanyak setengah dinar. Jika lebih, maka dihitung berdasarkan kelebihannya. Dan tidak ada zakat pada arta hingga berlalu waktu satu tahun.”(Abu Daud, (Riyadh: Daar el-Salam,2000), hal.128)

Pendapat yang mengatakan bahwa zakat wajib dikeluarkan begitu diperoleh bila sampai senisab, baik karena sendiri maupun karena tambahan dari yang sudah ada, tanpa mempersyaratkan satu tahun.

Syarat ke tujuh: Baik dan Halal

Dalil Al-Qur'an: Al - Baqarah ayat 267: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji."

Dalil hadist: dalam shahih bukhari terdapat satu bab yang menguraikan bahwa sedekah atau zakat tidak akan diterima dari harta yang ghulul, dan tidak akan diterima pula kecuali dari hasil usaha yang halal dan bersih. Memang masih ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sayang jika zakat tidak dipungut dari penghasilan meskipun penghasilan yang tidak halal seperti dari judi dan penjualan minuman keras, karena menurut mereka potensi dari penghasilan tersebut besar dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ummat. Memang benar akan ada manfaat yang akan didapat dengan memungut zakat dari penghasilan seperti judi dan penjualan minuman keras, namun manfaat yang diterima lebih kecil dibanding dengan mudharat yang ditimbulkannya.

Dengan memungut zakat dari penghasilan judi dan penjualan minuman keras, seolah-olah agama melegalkan judi dan minuman keras, sehingga dampaknya akan semakin banyak orang yang melakukan perjudian dan menjual minuman keras, kemudian untuk membersihkan hartanya (karena penghasilan mereka dari sesuatu yang haram) mereka hanya cukup dengan mengeluarkan zakat.

Referensi:

  • Baga, Lukman Mohammad, Sari Penting Kitab Fiqih Zakat, Dr. Yusuf Al-Qaradhawy, Bogor, Mei 1997
  • http://www.dakwatuna.com/2008/zakat-syarat-wajib-zakat-dan-harta-yang-wajib-dizakati/
  • http://www.siwakz.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=4&artid=109
Previous
« Prev Post
Add CommentHide

Back Top